JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengusut dugaan kebocoran 6 juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) warga Indonesia. Dalam pengusutannya, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) ikut dilibatkan.
"Jadi, kita tetap bekerja sama dengan kementerian dan lembaga yang berkepentingan dalam hal tersebut, dengan BSSN kita berkoordinasi karena ini adalah kolaborasi," ujar Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji kepada wartawan, Selasa, 24 September.
Menurutnya, Polri tak bisa bekerja sendiri dalam pengusutan permasalahan atau kasus yang terjadi di ruang siber. Dengan begitu, kerja sama antarlembaga mesti dilakukan.
"Harus kerja sama, baik itu dengan kementerian dan lembaga yang berpotensi maupun dengan pemilik data, jadi itu menjadi suatu hal yang penting dan menjadi suatu ekosistem untuk pengungkapan kasus. Jadi kerja sama itu menjadi suatu hal yang penting," sebutnya.
Meski sejauh ini tak disampaikan secara gamblang langkah-langkah penyelidikan yang sedang atau sudah dilakukan, Himawan menyebut pihaknya sedang menunggu informasi dari BSSN perihal forensik digital dalam pengungkapan dugaan aksi peretasan tersebut.
"Kita juga sedang melakukan penyelidikan, apakah ada hubungannya dengan yang ini, itu sedang kita dalami," ucapnya.
"Kemudian kita juga menunggu dengan komunikasi dengan BSSN untuk melakukan forensik, seperti apa sih tipikal dan topologinya, itu menjadi suatu hal penting untuk nanti arah penyelidikan," sambung Himawan.
BACA JUGA:
Terlepas langkah-langkah pengsutan yang sedang dilakukan, ditegaskan bila Polri dugaan kebocoran data ini sedang diselidiki untuk mengungkap penyebab atau hal lain di baliknya.
"Masih berproses, dikomunikasikan," kata Himawan.
Dugaan bocornya data NPWP mencuat usai pendiri Ethical Hacker Indonesia Teguh Aprianto mengunggah tangkapan layar situs Breach Forums. Melalui akun X @secgron, dia menyebut sebanyak enam juta data NPWP diperjualbelikan dalam situs itu oleh akun bernama Bjorka pada tanggal 18 September 2024.
Selain NPWP, data yang juga terseret, di antaranya Nomor Induk Kependudukan (NIK), alamat, nomor telepon, surat elektronik (email), dan data lainnya. Harga jual seluruh data itu mencapai Rp150 juta.
Dalam cuitan yang sama, Teguh mengatakan data yang bocor juga termasuk milik Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta putranya Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep.