JAKARTA - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Nugraha Gumilar menjelaskan bahwa 13 prajurit tersangka kasus penganiayaan seorang pemuda anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua punya peran berbeda dalam kasus kerasan tersebut.
Oleh karena itu, hukuman dan sanksi yang dijatuhkan kepada mereka pun dapat berbeda-beda sesuai aturan hukum yang berlaku dan keputusan hakim jika nanti kasus itu masuk tahap persidangan.
“Itu ada (tersangka, red.) yang pukul, ada yang merekam (peristiwa kekerasan, red.), itu tingkat kesalahannya berbeda,” kata Kapuspen TNI menjawab pertanyaan wartawan saat dia ditemui di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat.
Terlepas dari itu, Nugraha meminta asas praduga tak bersalah tetap diterapkan kepada mereka sebelum ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) terhadap 13 tersangka itu.
“Asas praduga kita terapkan, kita pun ingin juga melindungi hak-hak mereka, tidak serta-merta menyalahkan,” katanya.
BACA JUGA:
Dalam kesempatan yang sama, Kapuspen TNI kembali menegaskan TNI serius mengusut kasus penganiayaan terhadap anggota KKB.
Sejauh ini, proses penyidikan terhadap kasus kekerasan itu masih berlangsung. Nugraha belum dapat menyebut kapan kasus itu dilimpahkan dari Polisi Militer ke Oditurat Militer.
“Belum, masih didalami terus,” kata Nugraha.
Dalam video yang viral di media sosial, seorang pria dalam keadaan terikat dan luka-luka dianiaya oleh beberapa prajurit. Tak lama, korban diketahui merupakan anggota KKB atas nama Definus Kogoya. Aksi penganiayaan itu terjadi di Pos Gome, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah.
Dalam penyelidikan berikutnya, yang digelar oleh Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Darat dan Polisi Militer Kodam III/Siliwangi, 13 prajurit ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tersebut. Prajurit-prajurit itu berasal dari Batalyon Infanteri (Yonif) Raider 300/Braja Wijaya.
Terkait itu, Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen TNI Izak Pangemanan dalam jumpa pers di Jakarta, awal minggu ini (25/3), memastikan proses hukum kepada para tersangka berjalan transparan, dan publik dapat mengikuti setiap prosesnya, termasuk persidangannya.
“Proses hukum akan kami dorong terus. Kompensasi kepada masyarakat Papua adalah keadilan yang harus mereka dapat," kata Izak.