Bagikan:

JAKARTA - Film dokumenter Dirty Vote yang tayang dalam versi penuh di akun Youtube PSHK Indonesia pada Minggu, 11 Februari, kemarin, menghebohkan masyarakat Indonesia. Terlebih dalam pesan itu disebut menerangkan terkait kecurangan Pemilu.

Dandhy Laksono selaku sutradara menyampaikan alasannya membuat film itu karena melihat kecurangan-kecurangan yang terpampang jelas di media sosial. Namun dianggap hal yang biasa oleh masyarakat.

“Saya melihat kasus-kasus kecurangan ini berseliweran di media sosial dan mulai dianggap normal seperti posting-posting atau peristiwa reguler lainnya,” kata Dandhy dalam pesan singkat kepada VOI, Senin, 12 Februari.

Terlebih terkait pernyataan Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari yang memaparkan kecurangan-kecurangan saat Pemilu 2024 ini, salah satu contohnya seperti Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden.

Oleh sebab itu, dirinya membuat film ini dengan mengumpulkan data-data hingga menstrukturkan dalam sebuah cerita utuh yang divisualisasikan.

“Maka timbul ide untuk mensistematisasi, menstrukturkan dalam sebuah cerita utuh, dan memvisualkannya,” ucapnya.

Perihal pemilihan orang yang tepat untuk film Dirty Vote ini, kata Dandhy, melihat dari kualitas dan pengalaman menjadi ahli dalam sidang-sidang MK.

Adapun orang-orang dipilih dalam film Dirty Vote:

1. Bivitri Susanti: Dosen STH Jentera, Harvard Kennedy fellow.

2. Zaenal Arifin Mochtar: Dosen UGM, Direktur PUKAT UGM

3. Feri Amsari: Dosen Unand, Direktur PUSAKO Unand.

“Karena mereka punya pengalaman jadi ahli di sidang-sidang MK. Ini yang nggak semua orang punya,” ucapnya.

Sementara itu terkait tanggapan dari pihak TKN Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang menyebut film dokumenternya mengandung fitnah dan tidak berdasar, ia menganggap hal biasa. Sebab sejak film-film yang dibuatnya selama ini, selalu dianggap penuh dengan fitnah.

“Sejak film "Samin vs Semen" (2015), "Jakarta Unfair" (2017), "Rayuan Pulau Palsu" (2017), "Sexy Killers" (2019), atau "The EndGame" (2021), semua juga disebut film berisi "fitnah",” ucapnya.