JAKARTA - Pengamat politik, Ikrar Nusa Bhakti menilai pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara terbuka di depan publik jika kepala negara maupun menteri boleh berpolitik bahkan kampanye membuat Pilpres 2024 tak lagi imbang.
Padahal, sebelumnya eks Gubernur DKI Jakarta itu sudah bilang akan bersikap netral.
“Pemilu saat ini tidak seimbang karena salah satu paslon menggunakan kekuasaan dan dua paslon lainnya tidak,” kata Ikrar kepada wartawan yang dikutip Kamis, 25 Januari.
Ikrar bahkan mengatakan Presiden Jokowi secara terbuka sudah tidak malu untuk menunjukkan dirinya membangun dinasti politik.
“Gibran (jadi, red) cawapres dan anda juga bisa lihat anak bungsu ambil alih Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam waktu singkat,” ujarnya.
“Masa hari ini diterima menjadi anggota partai, dua hari kemudian menjadi ketua umum dan bisa lihat, bagaimana Jokowi tampil sebagai aktor utama PSI di iklan televisi,” sambung Ikrar.
Lebih lanjut, Ikrar menilai kondisi politik saat ini seakan menandakan pertarungan antara elite politik Koalisi Indonesia Maju dengan masyarakat sipil. Sehingga, upaya membahayakan demokrasi harus digagalkan.
“Karena sekali bangunan dinasti ini tercipta, konsekuensi politik demokrasinya berat banget,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Jokowi menyebut presiden maupun pejabat politik termasuk pejabat publik boleh memihak bahkan berkampanye. Asalkan tak ada fasilitas negara yang digunakan.
BACA JUGA:
"Ini kan hak demokrasi, hak politik setiap orang, setiap menteri, sama saja. Presiden itu boleh lho kampanye, presiden tuh boleh lho memihak," kata Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu, 24 Januari.
Mantan wali kota Solo itu bahkan memberi sinyal terbuka untuk berkampanye. Hal itu disampaikan Jokowi di hadapan Menteri Pertahanan yang juga Capres nomor urut dua, Prabowo Subianto.