JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) siap memenuhi berapapun kebutuhan pupuk bersubsidi, meski alokasi pupuk subsidi tahun 2020 diturunkan menjadi sebesar 7,95 juta ton sesuai Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok berbasis elektronik (e-RDKK). Namun, sebelum ditambah, harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu kemungkinan realokasi antar daerah.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengatakan, jatah pupuk tahun ini turun sebesar 900 ribu ton dari tahun kemarin yakni 8,8 juta ton. Total alokasi tahun ini, nantinya akan dialokasikan merata ke seluruh daerah sesuai kebutuhannya.
Kementan mencatat, hingga Maret serapan pupuk bersubsidi untuk petani mencapai 21 persen atau sekitar 1,66 juta ton dari total alokasi tahun 2020 sebesar 7,9 juta ton.
"Pemenuhan kebutuhan pupuk ini sifatnya elastis. Bila memang kebutuhan nasional kurang, tetap akan dipenuhi. Sisanya akan Kita ajukan lagi," katanya, melalui keterangan tertulis yang diterima VOI, di Jakarta, Minggu, 8 Maret.
Edhy mengatakan, saat ini pihaknya sudah mengajukan tambahan sebesar 1,2 juta ton. Namun, sebelum itu dilakukan, tetap harus dilakukan realokasi terlebih dahulu bila memungkinkan.
Untuk mekanisme penambahan, bila berada di tingkat Kecamatan, maka pihak Kabupaten akan mengupayakan realokasi dari Kecamatan lain yang kelebihan. Bila terjadinya di tingkat Kabupaten, maka wewenang tersebut berada di Dinas Pertanian tingkat Provinsi yang mengupayakan realokasi.
"Bila kekurangan itu terjadi di level Provinsi, maka wewenangnya berada di Menteri Pertanian melalui Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian," jelasnya.
BACA JUGA:
Demi memastikan semua kebutuhan pupuk terpenuhi, Edhy mengimbau, agar kepada daerah serius terkait e-RDKK dengan ditambahkan atribut Nomor Induk Kependudukan (NIK).
"Dengan pendataan calon sasaran berbasis NIK dan sistim elektronik ini, ketepatan nama petani menjadi lebih akurat dan pembatasan luas garapan di bawah 2 Ha lebih akuntabel karena langsung dapat diverifikasi oleh sistem," jelasnya.
Pasalnya, menurut Edhy, pemerintah melakukan alokasi pupuk bersubsidi sesuai RDKK, dan alokasi anggaran sesuai luas baku lahan sawah yang ditetapkan ATR/BPN. "RDKK sesuai potensi perencanaan tanam di masing-masing wilayah desa dan kecamatan, maka akan sangat menentukan ketepatan alokasi pupuk subsidi," jelasnya.
Di samping itu, memasuki musim tanam, Kementan sudah meminta produsen segera melakukan penyaluran. Namun, kata Edhy, dalam penyalurannya tetap akan berbasis e-RDKK yang sudah ditentukan alokasinya. Menurut dia, pihak Pemerintah Daerah juga jangan sampai lambat dalam mengeluarkan SK agar tidak muncul isu kelangkaan pupuk lagi.
"Di sejumlah daerah, produsen memang belum bisa menyalurkan bila belum ada SK. Kami berharap daerah memperhatikan hal ini," ucapnya.
Selama ini, pendistribusian pupuk bersubsidi dimulai dari PT Pupuk Indonesia sebagai lini pertama. Pupuk kemudian disalurkan ke gudang-gudang di tingkat provinsi, baru dikirim ke distributor yang berada di kabupaten.
"Lini keempat dikirim ke kios-kios atau pengecer yang ada di desa. Nantinya, petani membeli pupuk bersubsidi di pengecer terdekat," tutunya.
Sekadar informasi, Kementan telah menetapkan alokasi pupuk bersubsidi tahun 2020 sebanyak 7,94 juta ton dengan nilai Rp26,3 triliun. Penyaluran pupuk bersubsidi tersebut dilakukan melalui Pupuk Indonesia Holding Company, sebagai BUMN yang mendapat penugasan distribusi pupuk nasional.
Rinciannya terdiri dari pupuk Urea 3,27 juta ton senilai Rp11,34 triliun; NPK sebanyak 2,7 juta ton senilai Rp11,12 triliun; SP36 sebanyak 500 ribu ton senilai Rp1,65 triliun; ZA sebanyak 750 ribu ton senilai Rp1,34 triliun; dan Organik 720 ribu ton senilai Rp1,14 triliun.