Diperiksa DKPP, Sekjen Bawaslu Sebut SE 3/2023 Diterbitkan karena Kebutuhan SDM
ILUSTRASI ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Bawaslu Ichsan Fuady menjelaskan bahwa Surat Edaran (SE) Nomor 3 Tahun 2023 diterbitkan berdasarkan alasan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di lingkungan Sekretariat Jenderal Bawaslu.

Surat edaran itu tentang keikutsertaan pegawai sekretariat jenderal badan pengawas pemilihan umum, sekretariat badan pengawas pemilihan umum provinsi, kabupaten/kota dalam proses seleksi penyelenggara pemilihan umum.

"Di dalam keputusan kami menerbitkan itu adalah dengan pertimbangan kebutuhan (SDM) yang pertama,” kata Ichsan Fuady dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk perkara Nomor 97-PKE-DKPP/VII/2023 di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), sebagaimana dipantau secara daring melalui kanal YouTube DKPP dilansir ANTARA, Kamis, 3 Agustus.

Ichsan Fuady menuturkan berdasarkan data dari Biro SDM dan Umum Bawaslu, total kebutuhan pegawai Bawaslu untuk menjalankan tugas-tugas pengawasan pemilu sebanyak 31.496 pegawai. Namun, Bawaslu masih kekurangan 20.568 pegawai di saat tahapan Pemilu 2024 sudah mulai berjalan.

Ichsan menjelaskan berdasarkan Peraturan Bawaslu Nomor 13 Tahun 2020 tentang Tata Naskah Dinas, Sekretariat Jenderal Bawaslu selaku pejabat pembina kepegawaian (PPK) berwenang untuk menerbitkan SE.

"PPK memiliki kewenangan untuk menerbitkan surat edaran yang substansinya berkenaan dengan fungsi dan kewenangan Sekretariat Jenderal Bawaslu, termasuk di dalamnya kebijakan dalam menentukan pemberian izin bagi PNS organik Bawaslu yang mengikuti seleksi penjaringan anggota lembaga non-struktural," tuturnya.

Sementara itu, pegawai negeri sipil (PNS) di Sekretariat Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Indrawati selaku pengadu menilai bahwa SE Nomor 3/2023 yang terbit pada tanggal 21 Maret 2023 itu telah merugikan dan mengurangi hak konstitusionalnya sehingga tidak dapat mengikuti seleksi sebagai calon anggota bawaslu kabupaten/kota di Kalimantan Barat menjelang masa purnatugasnya pada bulan November mendatang.

"Dengan diterbitkan SE 3/2023 tersebut, sudah membatasi hak konstitusional sebagai warga negara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan, yang mana pengadu sebentar lagi akan purnatugas atau pensiun," ujar kuasa hukum pengadu Rahmat Devi Irawan.

Padahal, lanjut dia, berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

"Dengan pengadu mengikuti seleksi tersebut, masih ada harapan pengadu untuk mengabdi kembali pada bangsa dan negara sebagai anggota bawaslu kabupaten/kota apabila terpilih nantinya,” ujarnya.

Menurut dia, seharusnya Sekjen Bawaslu Ichsan Fuady dapat memberikan kebijakan berbeda dengan memberikan izin atau akses kepada pengadu untuk mengikuti seleksi calon anggota bawaslu kabupaten/kota.

"Alangkah tidak eloknya Bawaslu Republik Indonesia mengeluarkan SE Nomor 3 Tahun 2003 tersebut dengan cara menghentikan keinginan pengadu untuk mendaftarkan dengan alasan terdapat kekurangan sumber daya manusia di lingkungan dengan ruang lingkupnya sangat tidak berdasar dan tidak objektif. Proses seleksi ini juga hanya dilaksanakan 5 tahun sekali," tuturnya.

Untuk itu, Indrawati dalam petitumnya meminta majelis DKPP mengabulkan permohonannya untuk seluruhnya, serta membatalkan SE Nomor 3/2023 dan menjatuhkan sanksi kepada Sekjen Bawaslu RI Ichsan Fuady.

"Mengabulkan permohonan pengadu untuk mengikuti proses seleksi pendaftaran calon anggota bawaslu kabupaten/kota sebagaimana pengumuman pendaftaran calon anggota bawaslu kabupaten/kota,” kata dia.