JAKARTA - Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta, semua pihak menjaga indepedensi Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memutuskan gugatan judicial review atau uji materi perubahan sistem pemilu proposional terbuka menjadi tertutup.
Gugatan judicial review itu diajukan enam orang ke MK. Adapun jika proporsional tertutup, rakyat tidak dapat langsung menentukan sosok calon legislatif (caleg) tapi memilih partai politik yang akan sepihak memilah-milah kadernya menjadi caleg.
"Mestinya kita dorong bersama adalah independensi dan kemerdekaan MK dalam memutus," kata Titi, Selasa 28 Februari, disitat Antara.
MK, lanjut dia, sebaiknya fokus dalam memberikan rambu-rambu atau indikator bagi pembentuk undang-undang agar mampu mengevaluasi dan membuat pilihan sistem pemilu secara demokratis dan inklusif serta mampu memperkuat fondasi demokrasi konstitusional di Indonesia.
Titi yang juga pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) menyebutkan, pengujian norma undang-undang pemilu ke MK adalah prosedur biasa. Dalam hal ini warga negara memang punya hak konstitusional menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hal itu dikemukakan terkait dengan pengujian Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD NRI Tahun 1945.
Hanya saja, lanjut Titi, hal itu menjadi kontroversial karena analisis atau spekulasi atas hasil pengujian sistem pemilu ini yang jadi ramai karena bisa berdampak pada masa depan partai politik dan eksistensi mereka dalam pemenangan pemilu.
"Jadi, saya tidak ingin berandai-andai bahwa sistem pemilu pada tahun 2024 adalah sistem pemilu proporsional tertutup," katanya ketika merespons jika putusan MK mengabulkan pemohon uji materi UU Pemilu terhadap UUD NRI Tahun 1945.
BACA JUGA:
Menjawab apakah sistem proporsional tertutup secara otomatis metode sainte lague tidak berlaku, Titi mengatakan bahwa sistem pemilu proporsional terbuka ataupun tertutup bisa menggunakan metode tersebut.
Pegiat pemilu ini menuturkan metode sainte lague tidak berkaitan dengan penentuan calon yang akan menduduki kursi terpilih. Metode ini untuk mengonversi suara partai menjadi perolehan kursi.
Kendati demikian, berdasarkan evaluasi Pemilu 2019 dan pemilu sebelumnya, menurut dia, sistem pemilu di Indonesia membutuhkan evaluasi. Hal ini karena sistem pemilu mencakup sejumlah variabel yang memengaruhi konversi suara menjadi kursi, bukan hanya soal pilih partai atau pilih orang.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menyebutkan terkait kemungkinan diberlakukannya sistem proporsional tertutup. Hasyim pun meminta maaf atas ucapannya tersebut usai sidang dugaan pelanggaran etik yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kemarin.