Bagikan:

JAKARTA - BPOM mengharuskan pangan olahan yang mengandung nitrogen cair (Liquid Nitrogen/LN) diproduksi oleh peracik yang berkompetensi.

"Pembuatnya juga ada syaratnya dalam menangani LN dengan kompetensi. Ada alat pelindung diri, seperti pakai pelindung mata, wajah, sarung tangan, sepatu dan jas," kata Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM RI Rita Endang yang dikonfirmasi di Jakarta, Jumat 13 Januari.

Peracik harus bisa menyesuaikan produk yang dibuat memenuhi standar food grade pada suhu ideal, berkisar 50--52 derajat Celcius.

Pangan olahan mengandung nitrogen cair memiliki titik didih minus 195 derajat Celcius. Sedangkan titik beku minus 200 derajat Celcius, atau berkriteria sangat dingin.

Pada titik tersebut, kata Rita, berpotensi memicu tenggorokan terasa seperti terbakar, karena suhu yang teramat dingin dan langsung bersentuhan dengan organ tubuh.

LN adalah cairan diatomik yang berada dalam keadaan cair pada suhu yang sangat rendah.

LN berupa cairan jernih tak berwarna untuk mempercepat pembekuan, namun berisiko menyebabkan radang dingin. Efek negatif menghirup nitrogen secara berlebihan dapat mengakibatkan pusing, mual, muntah, kehilangan kesadaran, pernapasan cepat, sesak napas tanpa peringatan, dan kematian.

"Jika terjadi kontak kulit dan mata dapat menyebabkan luka bakar dingin yang parah dan radang dingin," katanya seperti dikutip dari Antara.

Untuk itu, peracik maupun produsen harus membuat peringatan khusus bagi konsumen tentang risiko bahaya dari kandungan LN pada pangan olahan.

"Tidak boleh dalam kondisi sangat dingin, pastikan LN hilang dengan melihat kepulan uapnya. Nitrogen harus tidak ada uap, diamkan dulu sampai uapnya hilang," katanya.

Bagi konsumen, khususnya anak-anak, kata Rita, harus didampingi orang tua yang memahami tentang faktor risiko.

"Tidak boleh dikonsumsi karena mengandung gas sangat tinggi, LN pada pangan olahan bisa 700 kali tekanan. Ini sangat bahaya, jika terkena kulit bisa melepuh dan kalau tertelan melukai lambung," katanya.

Komponen tersebut, menurut Rita, sangat berbahaya bagi konsumen yang sedang menderita asma.

"Kalau tidak ikut aturan, kami rekomendasikan ke dinas kesehatan selaku otoritas pengawas. BPOM berikan rekomendasi agar Dinkes beri edukasi," katanya.

Untuk itu, BPOM bersama sejumlah otoritas terkait telah menyusun pedoman produksi pangan olahan mengandung LN.

"Surat edaran sudah kami sampaikan ke seluruh Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM di daerah. Mereka melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah dan edukasi kepada pemerintah daerah, khususnya anak sekolah," katanya.

Kebijakan itu diterapkan usai laporan kejadian keracunan produk Chiki Ngebul atau Napas Naga yang kini digandrungi konsumen dari kalangan anak.

Kemenkes melaporkan hingga saat ini terdapat 29 laporan kasus keracunan Chiki Ngebul di sejumlah daerah, seperti Ponorogo, Bekasi, dan Tasikmalaya, yakni 10 kasus bergejala dan 19 lainnya tanpa gejala.

"BPOM juga sudah evaluasi kejadian Chiki Ngebul ini sejak 6 Januari 2022. Sudah ada pengawasan dan dilakukan pembinaan," katanya.