Surabaya Jadi Contoh Reformasi Birokrasi Penanggulangan Kemiskinan
DOK Humas Pemkot Surabaya

Bagikan:

SURABAYA - Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, ditunjuk pemerintah pusat sebagai salah satu daerah yang menjadi percontohan reformasi birokrasi (RB) tematik penanggulangan kemiskinan.

"Ini tentu kepercayaan untuk Surabaya, dimana program-program kami ternyata diapresiasi oleh pemerintah pusat, terutama program terkait pemberdayaan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)," kata Wali Kota Eri Cahyadi dalam keterangan tertulisnya di Surabaya, Jumat, 21 Oktober.

Hal itu disampaikan Eri Cahyadi usai meneken komitmen penerapan reformasi birokrasi tematik penanggulangan kemiskinan yang digelar di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.

Penandatanganan komitmen disaksikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, Gubernur D.I Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, Rektor UGM Prof Ova Emilia, Dewan Guru Besar UGM, dan para kepala daerah yang menjadi proyek percontohan.

Terdapat sembilan pemerintah daerah (pemda) yang menjadi proyek percontohan penerapan reformasi birokrasi tematik penanggulangan kemiskinan pada tahap pertama, dan 23 pemda pada tahap kedua.

Wali Kota Eri memaparkan dengan reformasi birokrasi tematik penanggulangan kemiskinan ini, tata kelola birokrasi akan berjalan dengan baik dalam mengakselerasi penurunan angka kemiskinan.

"Kami akan menyusun rencana aksi pelaksanaan reformasi birokrasi tematik penanggulangan kemiskinan, termasuk membangun kolaborasi berbagai pihak untuk mempercepat program-program terkait kemiskinan," ujar dia.

Dia membeber sejumlah inovasi Pemkot Surabaya dalam pengentasan kemiskinan. Terdapat puluhan program berbasis padat karya yang menjadi inovasi Eri Cahyadi, di antaranya adalah Rumah Padat Karya yang menyulap aset-aset Pemkot Surabaya yang sebelumnya menganggur digunakan sebagai tempat berusaha bagi MBR. Para MBR sebelumnya juga telah diberi pelatihan.

"Aset-aset Pemkot Surabaya tidak boleh ada yang idle (diam), yang tidak dimanfaatkan dengan baik. Secara bertahap semuanya kita sulap menjadi Rumah Padat Karya. Ada yang menjadi kafe, barbershop, laundry tempat cuci motor-mobil, gerai UMKM, usaha pertanian-perikanan, destinasi wisata, dan sebagainya," kata dia.

Menurut Eri, ini sangat membantu. Apalagi, aset-aset Pemkot Surabaya rata-rata berada di lokasi strategis yang memudahkan pemasaran beragam usaha masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Selain itu, kata dia, ada program produksi paving yang melibatkan MBR. Hasil produksinya telah lulus uji oleh Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) Surabaya.

"Ternyata warga MBR di kampung-kampung, begitu kami latih, produksi pavingnya luar biasa. Itu dibeli Pemkot Surabaya untuk pavingisasi di kampung-kampung," ujar dia.

Beragam program padat karya yang dipacu Pemkot Surabaya, lanjut Eri, telah berhasil menyerap ribuan warga. Mereka yang sebelumnya korban PHK di masa pandemi. Ada pula yang perempuan kepala rumah tangga. Pendapatan mereka pun bertambah berkisar Rp2-6 juta per bulan.

"Kami akan terus memacu program padat karya ini. Belum lama ini kami luncurkan destinasi wisata Romokalisari Adventure Land yang juga memberdayakan puluhan MBR. Masih banyak program padat karya yang terus kami tingkatkan," kata dia.