JAKARTA - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan pemerintah menjadikan PPKM sebagai salah satu instrumen untuk melindungi masyarakat saat kasus penularan COVID-19 meningkat.
"PPKM merupakan kebijakan yang menjaga masyarakat apabila ke depannya terjadi kembali lonjakan kasus," kata Wiku saat dimintai konfirmasi, Jumat 23 September.
Ia mengatakan, pemerintah menerapkan level PPKM sesuai kondisi penularan COVID-19 di setiap daerah. Pemerintah menerapkan kebijakan itu secara konsisten sejak awal pandemi pada Maret 2020 hingga sekarang.
Pemerintah Indonesia, kata Wiku, tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan kewaspadaan dalam menghadapi penularan virus corona tipe SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
Pemerintah masih terapkan PPKM
Peraturan mengenai PPKM yang baru tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2022 tentang PPKM di Jawa-Bali serta Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 2022 tentang PPKM di luar Jawa-Bali yang berlaku hingga 3 Oktober 2022.
Seluruh daerah di Indonesia masih berstatus PPKM Level 1. Perpanjangan PPKM dilakukan berdasarkan masukan dari para ahli, antara lain dengan mempertimbangkan positivity rate COVID-19 masih di atas standar Organisasi Kesehatan Dunia, yakni lima persen dari populasi.
Menurut hasil analisa Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per 20 September 2022, kasus positif COVID-19 dalam dua pekan terakhir secara nasional menurun dari 3.463 menjadi 2.244 kasus dan jumlah kasus aktif turun dari 42.439 menjadi 27.972 kasus.
Selama kurun itu, jumlah pasien COVID-19 yang dirawat menurun dari 3.786 menjadi 3.313 orang, persentase pasien yang meninggal turun dari 2,47 menjadi 2,46 persen, dan tingkat keterisian tempat tidur untuk pasien COVID-19 di rumah sakit turun dari 5,94 persen menjadi 5,32 persen.
BACA JUGA:
Secara terpisah, Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, ada sejumlah hal yang perlu dijamin selama masa transisi dari pandemi menuju endemi.
Adapun yang dijamin, yaitu meminimalisasi sirkulasi virus SARS-CoV-2, utamanya pada kelompok risiko tinggi, serta pencegahan penularan penyakit dan penanganan pasien, termasuk penanganan efek jangka panjang COVID-19.
"Kalau memang pandemi COVID-19 akan dinyatakan selesai, katakanlah dalam beberapa bulan ke depan, maka virusnya masih akan ada di komunitas, walaupun tidak menimbulkan dampak berarti," katanya.
"Walaupun pandemi selesai nantinya, maka kewaspadaan kesehatan tetap harus dilakukan," sambung Tjandra.
Tjandra juga mengungkapkan perlunya pengintensifan upaya pencegahan, pemeriksaan, vaksinasi, dan penanganan kasus infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan.