Bagikan:

BANDUNG - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memutuskan tidak menaikkan upah minimum provinsi (UMP) Jabar. Apa Alasannya?

Ridwan Kamil yang akrab disapa Kang Emil mengklaim alasan keputusan tidak menaikkan UMP untuk mencegah lebih banyak pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Jadi 60 persen industri manufaktur yang ada di Indonesia berada di Jawa Barat. Di sisi lain, sektor itu pula yang paling terdampak kinerja bisnisnya karena pandemi COVID-19," kata Kang Emil, Senin, 2 November.

Emil mengatakan ada sekitar 2 ribu perusahaan industri manufaktur yang terdampak pandemi COVID-19. 

"Nah itu di Jabar, sekitar 500 perusahaan diantaranya melakukan PHK. Jabar itu sektor manufaktiur terbesar di Indonesia, sektor ini pula dan (sektor) jasa yang paling terdampak," katanya.

Selain alasan itu, menurutnya banyak pertimbangan lain tak menaikkan UMP tahun 2021. Salah satunya karena adanya surat edaran dari Kementerian Tenaga Kerja.

"Kami mengikuti surat edaran dari Kementerian Tenaga Kerja. Jangan dibandingkan dengan provinsi lain yang industrinya sedikit. Jadi kalau upahnya (UMP) dinaikkan, kami khawatir ada PHK lagi, yang dirugikan buruh lagi," paparnya.

Kang Emil meminta pemahaman dan pengertian dari masyarakat, khususnya kaum buruh. 

"Keputusan ini diakui tidak bisa memuaskan semua pihak. Saat ini, Sekretaris Daerah (Sekda) dan Dinas Ketenagakerjaan diminta menyosialisasikan alasan ini agar bisa sampai dengan baik," terangnya.

Dalam mengambil kebijakan termasuk UMP Jabar, Kang Emil menegaskan diperlukan kejernihan berpikir soal tidak ada keputusan yang memang memuaskan semua pihak. 

"Tidak ada sedikit pun niat pemerintah untuk menyengsarakan masyarakatnya. Semata-mata ini mencegah kemudaratan karena jumlah yang di-PHK sudah lebih dari 500 perusahaan," tegasnya.

"Ini opsi yang tidak nyaman, tapi harus kami lakukan supaya mesin ini bisa bergerak. Kalau sudah terjadi ekses di lapangan, Pak Kapolda sudah punya pengalaman untuk mengantisipasi," papar Kang Emil.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat menurutnya sudah membaik jika dilihat dari kinerja ekspor, daya beli maupun kredit. 

"Yang paling signifikan adalah peningkatan di sektor angkutan dan komunikasi sebesar 47 persen," pungkasnya.