Bagikan:

JAKARTA - Penerapan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi perlu menunggu para penegak hukum yang menangani kasus rasuah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU).

"Dalam waktu singkat MoU pelaksanaan koordinasi dan supervisi ini segera ditandatangani sehingga bisa dioperasionalkan," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube KPK RI, Kamis, 29 Oktober.

Menurutnya, MoU ini menunggu terbitnya Perpres Supervisi. Karena aturan-aturan yang ada di dalamnya akan menjadi dasar dari pelaksanaan kegiatan supervisi sebuah kasus korupsi yang dilakukan KPK bersama Polri dan Kejaksaan Agung.

"Kemarin memang aparat penegah hukum lain masih menunggu Perpres ini sebagai landasan MoU," tegasnya.

Lebih lanjut, Karyoto mengatakan, terbitnya beleid ini akan memudahkan kegiatan supervisi KPK bersama aparat penegak hukum yang memang mengurusi kejahatan rasuah. "Terus terang dengan adanya Perpres ini membantu bagaimana pemahaman rekan penegak hukum lain dalam hal penindakan korupsi," ungkapnya.

"Jadi tahu batasan-batasannya yang sebenarnya tidak jauh dari UU yang sudah ada," imbuhnya.

 

Sebelumnya, Perpres Nomor 102 Tahun 2020 diterbitkan setelah ditandatangani Jokowi pada 20 Oktober. Pada Pasal 2 beleid ini, KPK diberi kewenangan untuk melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenangan menangani tindak kejahatan korupsi. 

Selanjutnya, dalam Pasal 5 dijelaskan kegiatan supervisi ini bisa dilakukan dalam bentuk pengawasan, penelitian, dan penelaahan. Saat proses supervisi ini berlangsung, KPK bisa didaampingi oleh perwakilan Bareskrim Polri dan/atau Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Korupsi dari Kejaksaan Agung.

Berikutnya pada Pasal 9 disebutkan setelah supervisi terhadap suatu kasus korupsi dilakukan, maka KPK punya kewenangan untuk mengambil alih perkara korupsi tersebut.

"Dalam hal KPK melakukan pengambilalihan perkara dalam tahap penyidikan dan/atau penuntutan, instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tipikor wajib menyerahkan tersangka dan/atau terdakwa dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan paling lama 14 hari, terhitung sejak tanggal permintaan KPK," bunyi Pasal 9 ayat 3 Perpres Supervisi yang diunggah di situs resmi Sekretariat Negara.