BANYUMAS - Tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng bersama Polresta Banyumas mengungkap tindak pidana peredaran minyak goreng kemasan tanpa izin edar.
Kapolda Irjen Ahmad Luthfi mengatakan Polda jateng terus melakukan penindakan terkait penyalahgunaan peredaran kebutuhan bahan pokok di tengah masyarakat. Hingga saat ini, Polda Jateng telah mengungkap kasus penyalahgunaan minyak goreng di 6 lokasi.
"Hal ini selaras dengan kebijakan Kapolri untuk mengawal kebijakan pemerintah dalam pencegahan terjadinya penyalahgunaan peredaran migor di tengah masyarakat," ujar Kapolda dikutip dari keterangan tertulis, Kamis, 2 Juni.
Soal ungkap kasus di Banyumas, Kapolda Jateng menuturkan mulanya kepolisian menerima informasi dugaan penimbunan minyak goreng di Cilongok, Banyumas.
Namun saat dilakukan pendalaman tim kepolisian, ditemukan pelanggaran lain yakni pemalsuan merk dan informasi yang dicantumkan dalam kemasan.
Di gudang yang terletak di Cilongok, Banyumas polisi menemukan ribuan botol kemasan minyak goreng merk "Lapama". Dari hasil penyelidikan yang didapat, merk tersebut tidak memiliki izin edar serta tidak mencantumkan informasi yang benar terkait produknya di kemasan.
BACA JUGA:
Merk tersebut juga memberikan keterangan atau pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan pada label dengan memakai izin edar dari perusahaan lain. Barcode yang tertera dalam kemasan juga ternyata milik perusahaan lain. Merk tersebut juga tidak mencantumkan logo halal dari MUI.
Polisi kemudian mengamankan 7 orang pelaku dan barang bukti sebanyak 628 karton berisi masing-masin 12 botol migor merk Lapama berukuran 800ml. Total barang bukti disita sebanyak 6 ribu liter minyak goreng.
Pendalaman yang dilakukan kepolisian selanjutnya mengarah ke tempat pengemasan migor merk Lapama di CV. Alam Timur Jaya yang terletak di Watugede, Singosari, Malang. Di lokasi tersebut, polisi mengamankan 895 karton berisi migor merk Lapama dengan total lebih dari 8,5 ribu liter.
Selain mengamankan barang bukti, polisi juga mengamankan tersangka berinisial RAN, direktur perusahaan tersebut.
“Modus yang digunakan tersangka adalah membeli bahan baku migor berupa minyak sawit jenis RBD CP 10 dari PT Prima Sukses Sejahtera Abadi selaku distributor minyak di wilayah Kabupaten Malang,” kata Kapolda.
Setiap bulan tersangka membeli sebanyak 7-8 ton minyak non subsidi tersebut seharga Rp.20.800,- per kilogram. Minyak goreng oleh tersangka dikirim ke gudang tersangka di CV. Alam Timur Jaya dan CV. Bumi Mondoroko.
Selanjutnya, migor dikemas ulang dengan merk "Lapama" dan dijual ke masyarakat dengan harga per kardus Rp235.000.00 atau per botol seharga Rp19.500.
"Barang bukti yang diamankan total sebanyak 18.288 botol migor merk Lapama ukuran 800ml. Jumlah semuanya lebih dari 14 ribu liter minyak goreng tanpa ijin edar yang kita amankan, atau seberat 12 ton," papar Ahmad Luthfi.
Kapolda juga mengimbau masyarakat untuk lebih bijak dengan tidak mencari kesempatan dalam kesempitan terkait peredaran minyak goreng.
"Secara umum di wilayah kita tidak ada kelangkaan dan antrean terkait migor. Kita juga perintahkan seluruh jajaran untuk kontrol harga migor di pasar sehingga masyarakat tidak perlu khawatir," tutur Kapolda Jateng.
Sementara itu, Ketua BPOM dan Disperindag Banyumas mengapresiasi kinerja Polri mengungkap kasus tersebut. Dengan terungkapnya kasus tersebut menghindarkan masyarakat dari ketidaksesuaian informasi yang dicantumkan dalam kemasan migor.
Sedangkan Guru Besar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Dr. Hibnu Nugroho mengapresiasi teknik dan taktik pengungkapan kasus tersebut. Menurutnya pengungkapan kasus tersebut menunjukkan suatu kejelian dan kecerdikan yang luar biasa dari aparat penegak hukum Polda Jateng.
"Perbuatan pelaku yang memberikan informasi menyesatkan dalam kemasan minyak goreng tang diedarkan tersebut sangat merugikan masyarakat. Diharapkan pelaku mendapat hukuman setimpal karena perbuatannya merugikan hajat hidup orang banyak," ungkap Prof. Dr. Hibnu Nugroho.
Dalam kasus ini, para pelaku dijerat dengan Pasal 8 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta pasal 144 UU RI No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman pidana paling lama 5 tahun.