Dua Nelayan Bintan yang Ditahan 5 Bulan di Malaysia Dipulangkan ke Tanah Air
FOTO VIA ANTARA

Bagikan:

BINTAN - Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kabupaten Bintan, Kepri, Buyung Adly mengatakan dua nelayan setempat dipulangkan pemerintah Malaysia setelah menjalani masa tahanan selama 5 bulan lebih akibat melanggar batas wilayah tangkap.

Kedua nelayan, yaitu Agus Suprianto (26) warga Kecamatan Gunung Kijang dan M. Rafli (33), warga Kecamatan Bintan Pesisir dipulangkan ke Tanah Air bersamaan dengan ratusan pekerja migran Indonesia (PMI) lainnya melalui pelabuhan internasional Sri Bintan Pura Tanjungpinang.

"Alhamdulillah, keduanya dalam kondisi sehat. Sekarang masih dikarantina di Dinas Sosial Tanjungpinang, setelah itu baru pulang ke rumah masing-masing," kata Buyung kepada ANTARA, Kamis, 21 April.

Buyung menyebut total ada enam nelayan Bintan yang ditahan aparat berwenang Malaysia pada Juli 2021, karena dua kapal pompong yang tumpangi masing-masing tiga orang nelayan itu mengalami mati mesin hingga hanyut ke perairan Johor Bahru.

Setelahnya, KNTI Bintan langsung menyurati Bupati Bintan, Gubernur Kepri, Kementerian Luar Negeri, hingga KBRI Malaysia agar keenamnya dibebaskan saat itu juga.

Namun demikian, pemerintah Malaysia hanya membebaskan empat ABK dari enam nelayan tersebut pada bulan Agustus 2021. Sementara dua tekong, yakni Agus Suprianto dan M. Rafli diproses secara hukum oleh pihak berwajib di negara tetangga.

"Kami mengapresiasi Pemkab Bintan, Pemprov Kepri, Kementerian Luar Negeri, KBRI Malaysia dan organisasi nelayan di sana karena ikut membantu proses penanganan hukum selama di negeri jiran, hingga pemulangan keduanya ke Indonesia," ujar Buyung.

Buyung berharap ke depan tak ada lagi nelayan Bintan yang ditahan aparat hukum di Malaysia, karena tentu sangat merugikan nelayan tempatan dari segi waktu penahanan, bahkan alat tangkap berikut kapal pompong yang digunakan menangkap ikan disita dan tak boleh dibawa pulang ke Indonesia.

"Jadi nelayan kita kembali ke Tanah Air hanya bawa badan saja. Sedangkan semua peralatan tangkap habis disita," ujar Buyung.

Ia mendorong peran Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) tingkat kabupaten maupun provinsi hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendata jumlah nelayan tangkap perbatasan.

Selanjutnya, meminta pemerintah memfasilitasi koordinat-koordinat yang jelas terkait jalur penangkapan ikan nelayan di perbatasan.

Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga harus membekali nelayan perbatasan peralatan komunikasi yang memadai, sehingga ketika kapal pompong nelayan mengalami mati mesin atau hanyut ke negara tetangga, mereka bisa langsung melapor ke pihak-pihak terkait supaya dapat ditangani secara cepat dan tepat.

"Berikan acuan yang akurat dan jelas, agar nelayan kita tidak masuk ke wilayah maritim negara tetangga saat menangkap ikan di perbatasan," kata Buyung.