Bagikan:

BANDA ACEH –  Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam layak menerapkan “kewaspadaan tingkat tinggi” untuk persoalan stunting.  Aceh merupakan salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air di  tahun 2022 ini. Berdasar  Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021,  13  wilayah di  Aceh termasuk dalam 76 kabupaten/kota berkategori “merah” diantara 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas di tanah air yang memiliki prevalensi stunting tinggi. Status merah disematkan untuk wilayah yang memiliki prevalensi stunting di atas kisaran 30 persen.

Bahkan Gayo Lues, Kota Subulussalam dan Bener Meriah mempunya prevalensi di atas angka 40 persen. Gayo Lues dengan prevalensi 42,9 persen malah bercokol di urutan ke 7 untuk tingkat nasional

Daerah lain yang memiliki angka stunting yang tinggi dan berstatus merah adalah  Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Jaya, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Aceh Besar serta Aceh Tamiang. Pidie nyaris menyentuh dua kali angka prevalensi yang ditolerir Badan Kesehatan Dunia atau WHO yakni 39,3 persen

10  kabupaten dan kota yang berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diurut dari yang memiliki prevalensi tertinggi hingga terendah mencakup Aceh Singkil, Pidei Jaya, Aceh Barat, Kota Lhokseumawe, Aceh Selatan, Simeuleu, Kota Langsa, Bireuen, Kota Sabang serta Kota Banda Aceh. Bahkan, Aceh Singkil dengan prevalensi 29,6 persen serta Pidie Jaya dengan 29,4 persen “nyaris” berkategori merah.

Tidak ada satu pun kabupaten atau kota di Aceh yang  berstatus “hijau” dan  “biru” yakni dengan hijau  berpravelensi 10 sampai 20 persen dan biru untuk prevalensi di bawah 10 persen. Hanya Kota Banda Aceh yang memiliki angka prevalensi terendah dari seluruh wilayah di Aceh dengan prevalensi 23,4 persen.

Agar sesuai dengan target nasional penurunan angka stunting 14 persen, maka laju penurunan stunting per tahun haruslah di kisaran 3,4 persen. Dengan melihat kondisi aktual yang terjadi saat ini, Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussaalam  “ditagih” komitmennya di tahun 2024 agar tidak ada kabupaten dan kota di wilayah yang berstatus “merah”.

Padahal stunting merupakan sebuah kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan.

Stunting ditandai dengan pertumbuhan yang tidak optimal sesuai dengan usianya.  Anak yang tergolong stunting biasanya pendek walau pendek belum tentu stunting  serta gangguan kecerdasan.  Probematika stunting akan menyebabkan kesenjangan kesejahteraan yang semakin buruk bahkan stunting dapat menyebabkan kemiskinan antar generasi yang berkelanjutan.

Selain itu stunting dapat menyebabkan meningkatnya resiko kerusakan otak dan menjadi pemicu  penderitanya terkena penyakit metabolik seperti diabetes dan penyakit yang berkaitan dengan jantung di masa dewasa si anak.

Dengan ancaman kesehatan dan kecerdasan, maka generasi yang terkena stunting akan mengalami berbagai permasalahan dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin beragam kedepannya.

Kerugian Akibat Stunting Capai Rp 450 triliun setahunnya

Saat membuka  Rapat Kerja Nasional Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana atau Program Bangga Kencana di Jakarta, 22 Maret 2022 lalu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyebut kerugian akibat stunting bisa mencapai 2 hingga 3 persen dari Pendapatan Bruto Domestik (PDB) setiap tahunnya. Jika PDB Indonesia di tahun 2020 sebesar Rp 15 ribu triliun maka potensi hilangnya kerugian akibat stunting mencapai Rp 450 triliun.

“Saya berharap persoalan stunting adalah persoalan kita bersama. Pemerintah tidak akan berhasil mengakselarasikan penurunan stunting jika tidak didukung oleh peran serta semua komponen masyarakat. Peran generasi milenial di Aceh justru menjadi kunci pelibatan secara aktif. Para mahasiswa harus menjadi mahasiswa pasti atau peduli stunting,” kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) DR (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp. OG (K).

Menurut Hasto Wardoyo, keberadaan 169 perguruan tinggi yang terdiri dari 15 universitas, 6 institut, 6 politeknik, 84 sekolah tinggi serta 58 akademi di seantero Aceh adalah anugerah yang tidak boleh disia-siakan. Mahahasiswa Peduli Stunting bisa melakukan penelitian dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di kampung-kampung Keluarga Berencana (KB) dalam Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang setara dengan 20 Satuan Kredit Semester (SKS).

Saat melaunching Program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan   Pra Nikah sebagai Upaya Pencegahan Stunting dari Hulu kepada Calon Pengantin di Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (11 Maret 2022) lalu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyebut pencegahan stunting itu perintah agama. Menyiapkan generasi terbaik adalah risalah nubuwwah. Jadi karena hal tersebut perintah agama, wajib hukumnya memberi perhatian bersama-sama akan  penurunan stunting di Indonesia tak tidak terkecuali di Nanggroe Aceh Darussalam.

Walikota Langsa Usman Abdullah, SE memastikan arahan dari BKKBN untuk percepatan penurunan stunting akan dilaksanakan di daerahnya. “Sejak awal menjabat, saya selalu berkomitmen untuk program-program penguatan pemberdayaan masyarakat termasuk masalah kesehatan. Penurunan stunting di Langsa menjadi fokus perhatian saya, dan alhamdulillah Langsa sudah dikategorikan status kuning di angka prevalensi stunting 25,5 persen dan saya menargetkan untuk turun lagi di tahun depan dan tahun-tahun berikutnya. Jangan ada lagi anak stunting di Langsa. Menuntaskan stunting adalah hablum minnanas kita untuk ummat,”ungkap Walikota Langsa Usman Abdullah, SE.

Dana Untuk Percepatan Penurunan Stunting Telah Tersedia

Untuk memastikan komitmen bersama dalam percepatan penurunan angka stunting, BKKBN  menggelar Sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) di Banda Aceh pada hari Rabu  (16 Maret 2022).

BKKBN yang diberi amanah Presiden Joko Widodo sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting  sesuai Peraturan Presiden Nomor 72/2021, melalui Sosialisasi RAN PASTI  memberi  penjelasan mengenai mekanisme tata kerja percepatan penurunan stunting di tingkat provinsi, kabupaten dan kota serta desa. Pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting di seluruh Aceh “harus” segera dituntaskan di Bulan Maret 2022 ini agar dana yang telah dialokasikan bisa terserap maksimal dan tepat sasaran.

Dalam Sosialisasi RAN PASTI ini   juga dibahas mengenai pemantuan, pelaporan serta evaluasi. Dan yang tidak kalah pentingnya lagi, skenario “pendanaan” stunting di daerah juga termasuk yang disosialisasikan. Indikator penurunan stunting akan menjadi salah satu parameter keberhasilan kepala daerah dalam mensejahterakan warganya  dan menghelat kemajuan pembangunan daerah.

Dalam Sosialisasi RAN PASTI ini menghadirkan para pembicara dari BKKBN  serta para Wakil Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat  dari unsur Sekretariat Wakil Presiden, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Kesehatan.