Bagikan:

JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Theo Litaay, meninjau langsung kondisi Kasat Intel Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Ferikson Tampubolon, yang menjadi korban pemukulan saat pengamanan unjuk rasa yang berakhir ricuh, di Jakarta, pada Jumat, 11 Maret.

Unjuk rasa tersebut digelar di depan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dengan tuntutan menolak pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua.

"KIta semua berharap agar peristiwa kekerasan dalam unjuk rasa tidak terulang kembali," ujar Theo, di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan, Jakarta Pusat, sebagaimana dilansir Antara, Sabtu, 12 Maret.

​​​

Theo hadir bersama Tenaga Ahli Utama KSP lainnya, Ade Irfan Pulungan, guna menjenguk sekaligus memastikan keadaan terkini dari AKBP Ferikson Tampubolon. Theo menyatakan bahwa dalam koridor kebebasan berpendapat, kegiatan unjuk rasa sebagai upaya menyampaikan aspirasi tentu diperbolehkan, selama tidak diikuti dengan praktik kekerasan.

“KSP meminta agar dalam penyampaian aspirasi bisa dilakukan tanpa menyerang petugas keamanan dan mengganggu ketertiban umum. Semoga kekerasan seperti ini tidak terulang kembali,” tutur Theo.

Korban yang sempat jatuh tersungkur tak sadarkan diri setelah aksi pemukulan kini telah mendapatkan perawatan secara intensif. Korban juga mendapatkan pengobatan untuk mengurangi trauma bekas pukulan di bagian pipi dan kepala.

Dilaporkan oleh pihak rumah sakit, korban masih merasakan kebas di beberapa bagian di kepala dan akan terus diobservasi dalam tiga hari ke depan. Namun, diharapkan tidak ada komplikasi serius yang terjadi.

Theo menegaskan bahwa KSP mengecam tindakan anarkis yang dilakukan kepada aparat kepolisian. Dia menegaskan kebebasan berpendapat tidak seharusnya disertai dengan perbuatan yang melawan hukum seperti penganiayaan, perusakan dan penyerangan.

Sebelumnya, demonstrasi yang berlangsung pada Jumat (11/3) berakhir ricuh setelah aparat kepolisian mengimbau secara persuasif agar massa tidak berdemo di sekitar objek vital seperti kawasan Istana Kepresidenan, sebagaimana tertuang dalam aturan Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

Polisi juga mengimbau agar unjuk rasa tidak dilaksanakan bertepatan dengan ibadah sholat Jumat, agar tidak mengganggu ketertiban umum. Namun, sejumlah massa menolak imbauan tersebut dan kericuhan pun terjadi disertai dengan aksi kekerasan.