Bagikan:

BANDUNG - Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil mengajak pelaku industri kulit di Kabupaten Garut untuk 'naik kelas.' Untuk menggaet pasar yang lebih luas, pelaku industri harus manfaatkan teknologi informasi sebagai bagian dari pemasaran.

Hal ini disampaikan Ridwan Kamil saat kunjungan ke Satuan Pelayanan Pengembangan Industri Perkulitan yang dikelola Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat di Sukaregang, Kabupaten Garut.

"Pasar generasi Z atau milenial dan luar negeri adalah prospek pasar yang menjanjikan bagi pelaku industri perkulitan di Garut. Dan untuk menggaet pasar yang lebih luas ini maka harus mulai menggunakan teknologi informasi sebagai alat pemasaran," kata Ridwan Kamil dalam keterangan resminya dilansir dari Antara, Jumat, 7 Januari.

Dengan bantuan digitalisasi teknis pemasaran diyakini bisa menggerakan roda perekonomian yang sempat lesu akibat pandemi COVID-19. Industri kerajinan kulit di Kabupaten Garut, menurutnya, memiliki potensi bisnis yang besar namun selama ini justru tak banyak berkembang.

Dia mencatat setidaknya ada lima masalah utama yang menyebabkan pengembangan industri kerajinan kulit di Kabupaten Garut stagnan.

Masalah pertama ialah bahan baku untuk membuat kerjinan kulit masih belum layak untuk diekspor. "Bahannya ternyata tidak exportable. Karena saat diuji di laboratorium, kadar ini itu-nya tidak memadai," katanya.

Masalah yang kedua, desain produk kerajinan kulit di Sukaregang tak banyak inovasi.

Hal ini bisa dilihat dari desain untuk produk yang sama di beberapa toko kerajinan kulit hampir semuanya mirip.

Menurut Ridwan Kamil, salah satu persoalan dalam penjualan adalah produk yang tidak sesuai dengan selera pasar saat ini. "Saya tawarkan kalau ada pengusaha kulit yang mau berkolaborasi memproduksi desain Ridwan Kamil, saya tunggu," katanya.

Dia menegaskan tidak akan memungut biaya sepeser pun bagi pelaku usaha kulit yang ingin produknya ia desain.

"Kalau mau silakan, saya minta daftarnya berapa toko yang mau memproduksi barang yang saya buat desainnya mulai dari dompet, tas wanita, sepatu, jaket yang semuanya berbahan dasar kulit Garut," ujarnya.

Tak hanya itu, Ridwan Kamil yang jumlah pengikutnya di media sosial sampai saat ini sekitar 15 juta orang juga siap mempromosikan produk kulit yang ia desain.

"Saya juga siap untuk memasarkan produknya, tapi tentunya produk itu harus sesuai dengan selera pasar. Nanti saya posting, pengikut saya sudah ada 15 juta orang," kata dia.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan membentuk lembaga yang bertugas mengembangkan tren desain produk kerajinan kulit. "Kalau perajin kompak, setiap tahun akan ada tren berbeda. Tidak berulang terus. Jadi membuat sebuah 'trendsetter,'" katanya.

Masalah yang ketiga ialah terdapat masalah limbah dalam pasca produksi kerajinan kulit di Kabupaten Garut yang menjadi faktor penyebab pencemaran lingkungan. Masalah yang keempat adalah para pelaku usaha kerajinan kulit di Kawasan Sukaregang masih kurang memahami bagaimana memasarkan produk secara digital.

Mayoritas pelaku usaha masih menjual produknya secara konvensional. Oleh karena itu, Ridwan Kamil meminta pengusaha memanfaatkan bahan dari limbah tumbuhan untuk membuat sebagian produknya.

Bahan yang dimaksud adalah dari limbah kopi dan jamur untuk dijadikan kulit, yang saat ini sedang diminati merk fesyen dunia. Sementara itu, Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat Moh Arifin Soedjayana mengatakan di Satpel Perkulitan Garut pihaknya memberikan layanan tujuh permesinan pendukung.

"Pada tahun 2021 layanan permesinan di satuan pelayanan perkulitan ini memberikan pelayanan tertinggi, yang mencapai 774 pelayanan," katanya.

Menurut Arifin, tingginya layanan ini menunjukan besarnya kebutuhan para pelaku usaha kulit di Garut menggunakan mesin di satuan pelayanan yang diampu Bidang Industri Pangan dan Olahan Kemasan (IPOK) tersebut.

"Dalam rangka pemulihan ekonomi, kami terus berupaya meningkatkan kapasitas pelaku usaha di Jawa Barat, salah satunya di Sukaregang, Garut," kata Arifin.