Perusahaan Perbaikan Pesawat asal AS Dibujuk Investasi di Batam
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (tengah) bersama Konsul Jenderal RI di Los Angeles, Saud P. Krisnawan (kanan) memperhatikan komponen-komponen produksi Unical di Los Angeles, Amerika Serikat. (Foto: Kemenperin)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian fokus mendorong tumbuhnya industri perawatan dan perbaikan pesawat atau maintenance, repair and overhaul (MRO) di Indonesia. Sektor tersebut dinilai prospektif lantaran ditopang dengan terus meningkatnya bisnis industri penerbangan.

“Kami optimistis, dengan kondisi industri penerbangan di Indonesia yang terus tumbuh, maka peluang industri MRO untuk tumbuh pun akan semakin besar,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Kamis 26 Desember.

Pada akhir pekan kemarin, Menperin Agus didampingi Sekretaris Jenderal Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono bersama anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Yorrys Raweyai serta Konsul Jenderal RI di Los Angeles, Saud P. Krisnawan, mengunjungi Unical selaku perusahaan MRO di Amerika Serikat.

Unical berdiri sejak 1990 dan merupakan penyedia komponen dan jasa perawatan aftermarket pesawat terbang. Berlokasi di Los Angeles, perusahaan ini telah melayani penerbangan komersil maupun militer.

Unical memiliki beberapa anak perusahaan dengan spesifikasi masing-masing. Misalnya, Unical MRO untuk aircraft storage and dismantling (penyimpanan dan bongkar pesawat). Kemudian, Unical 145 untuk MRO parts dan komponen pesawat, serta perbaikan mesin. Unical Aero untuk produksi parts, komponen, dan sistem untuk aplikasi komersil. Sedangkan Unical Defense untuk mendukung militer.

“Mereka ingin mengembangkan sayapnya di Batam, karena saat ini mereka sudah melayani penjualan spare part ke Indonesia. Bahkan, mereka sudah ada kantor penjualan di Jakarta,” ungkapnya.

Menperin menyampaikan, industri MRO di Indonesia semakin kompetitif. Saat ini, sudah mampu menyediakan berbagai jasa perawatan pesawat, seperti airframe, instrument, engine, radio, emergency equipment, dan line maintenance.

“Artinya, kita sudah punya cukup daya saing. Kami berharap, industri MRO kita tidak hanya melayani airline dalam negeri saja, tetapi juga dari luar negeri,” tuturnya.

Menurut Agus, industri MRO memiliki peranan penting bagi industri penerbangan karena mampu menekan pengeluaran, salah satunya biaya impor komponen pesawat.

“Selain itu, bisnis industri MRO cukup menjanjikan, seiring meningkatnya sektor pariwisata dan perekonomian di Tanah Air. Bahkan, didukung pula dengan maraknya pembangunan bandara di berbagai wilayah di Indonesia,” imbuhnya.

Kemenperin memproyeksi, potensi bisnis industri perawatan dan perbaikan pesawat di Indonesia pada tahun 2025 akan mencapai 2,2 miliar dolar AS, naik signifikan dibanding tahun 2016 sebesar 970 juta dolar AS. Hal ini seiring upaya pemerintah yang memacu pengembangan industri jasa penerbangan dalam negeri sejak tahun 2000 sehingga kinerjanya tumbuh dalam satu dekade terakhir.

“Dalam upaya memacu daya saingnya, industri MRO sendiri sudah diberikan berbagai fasilitas insentif fiskal seperti tax holiday dan pembebasan bea masuk,” ujar Agus.

Saat ini, industri MRO di Indonesia, diperkuat sekitar 32 perusahaan yang tergabung dalam Indonesia Aircraft Maintenance Service Association (IAMSA). Untuk itu, Kemenperin bersama seluruh pemangku kepentingan terkait terus berkolaborasi guna lebih meningkatkan daya saing industri MRO nasional. Salah satu langkah strategisnya, yaitu pengembangan sumber daya manusia industrinya.

Upaya konkret itu misalnya, Kemenperin dan IAMSA akan bersinergi dalam pembangunan unit pendidikan atau penyediaan tenaga pengajar ahli di bidang perawatan pesawat. Selanjutnya, dilakukan kerja sama dengan industri yang akan menampung para lulusan tersebut agar mereka dapat langsung terserap kerja.

Kemenperin mencatat, Indonesia akan menyerap sebanyak 12-15 ribu tenaga ahli MRO dalam kurun 15 tahun ke depan. Sementara itu, sekolah-sekolah teknisi penerbangan yang ada di Indonesia saat ini baru menghasilkan 200 tenaga ahli per tahun, sedangkan kebutuhannya mencapai 1.000 orang per tahun.