Bagikan:

JAKARTA - Kawasan permukiman padat penduduk yang berada di bantaran sungai Ciliwung, Jalan Kebon Pala II, Kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur kerap dilanda banjir. Selain berada di bantaran sungai, kawasan ini juga memiliki kontur tanah yang rendah.

Jika Sungai Ciliwung mulai meluap akibat adanya kiriman air dari sektor hulu, air sungai akan melimpas ke permukiman penduduk di wilayah Kelurahan Kampung Melayu. Air biasanya merendam dua RW yang ada di wilayah itu.

"Kalau banjir besar di RW 04 ada 11 RT yang kena (terdampak), di RW 05 sekitar 4 RT yakni ; RT 11, 10 dan 6," kata Ketua RT 13/04, Kelurahan Kampung Melayu, Sanusi kepada wartawan, Rabu 3 November.

Warga setempat menganggap banjir adalah hal yang biasa. Jika ada peringatan dini Siaga 3 dari BPBD, warga tidak ada yang mengungsi ke tempat yang lebih aman.

"(jika) Siaga 3, satupun tidak ada yang mengungsi karena sudah terbiasa. Tapi, siaga 1 sudah ngungsi itupun (hanya) balita dan lansia," ujarnya.

Sanusi mengatakan, jika peringatan sudah pada siaga 1, maka warga hanya berbenah perabotan.

"Jika siaga 1, banjir bisa mencapai kedalaman 3 meter sampai ke depan sana. Tergantung curah hujan dan di Bogor (kiriman)," kata pria yang sudah 50 tahun tinggal di Kebon Pala itu.

Lantaran sudah menjadi langganan banjir hampir setiap tahun, Sanusi mengatakan bahwa musibah banjir bukanlah hal yang baru.

"(jika terjadi banjir) Warga kita sudah tidak kaget lagi. Sudah biasa, malah anak umur 5 tahun dilepas sama orangtuanya untuk mandi banjir," katanya.

Senada juga dikatakan Aput (65) warga yang sudah tinggal persis di bantaran Sungai Ciliwung, RT 11/05, kawasan Kebon Pala. Menurut kakek yang sudah 25 tahun tinggal di bantaran sungai ini, banjir saat ini

terjadi hampir setiap tahun sekali di wilayahnya.

"Waktu saya masih muda, (hanya) 5 tahun sekali banjir bandang. Kalau sekarang ini, banjir besar itu hampir setiap tahun," katanya kepada VOI di lokasi bantaran Sungai Ciliwung, Rabu 3 November.

Aput berujar, faktor masalah banjir sekarang karena adanya pendangkalan dasar Sungai Ciliwung.

"Semakin tahun makin dangkal (disini), sedangkan curah hujan di Bogor tinggi. Karena dulu kondisi sungai engga dangkal. Kalau sekarang setiap tahun siaga satu," ujarnya dengan nada heran.

Aput menilai faktor masalah banjir yang sering melanda permukimannya, salah satunya akibat penyempitan lahan sungai dan pendangkalan jadi faktor utama.

"Harapan tergantung dari pemerintah, karena sebagai warga harus mentaati aturan pemerintah," kata Aput.

Terpisah, Lurah Kampung Melayu Angga Harjuno mengatakan, pemerintah berupaya menanggulangi genangan dan banjir di wilayahnya terutama pada musim hujan saat ini. Alat ukur curah hujan juga digunakan sebagai sistem peringatan hujan akan turun dan kiriman air dari sektor hulu.

"Kita sudah siagakan dan persiapkan," katanya.