404: لم يتم العثور على:: أنت متجه إلى مأزق ديمقراطي
JAKARTA - Di Tuban, Jawa Timur, seorang tukang sablon diperiksa polisi. Di Batuceper, Tangerang, polisi memburu seniman mural. Dua kasus itu terkait dengan kritik '404: not found' yang dikaitkan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam jagat internet, '404: not found' adalah kode yang menunjukkan kebuntuan. Ke sana kah arah kita? Kebuntuan demokrasi?
Polsek Batuceper, Tangerang telah memeriksa dua saksi terkait karya mural '404: not found' yang sempat terpajang di Kota Tangerang. Mural itu kemudian dihapus. Polisi juga memburu seniman pencipta mural kritis itu. Polisi menafsirkan persoalan ini sebagai penghinaan terhadap lambang negara karena seniman misterius itu turut menggambar sosok pria mirip Jokowi sebagai latar tulisan '404: not found'.
"Tetap diadakan penyelidikan untuk pengusutan gambar-gambar itu. (Pelaku) masih dicari. Tetap akan dicari," kata Kasubag Humas Polres Metro Tangerang Kota, Kompol Abdul Rachim, Jumat, 13 Agustus.
Sikap polisi dipertanyakan karena dianggap mengekang kebebasan berpendapat. Lagipula sejatinya mural tersebut tak secara eksplisit menyebut Jokowi. Dan di luar dugaan, mural tersebut menginspirasi seorang pria di Tuban. RS, tukang sablon berusia 29 di Palang, Tuban, Jawa timur menawarkan jasa pembuatan kaus dengan desain 'Jokowi 404: Not Found'. Tawaran itu ia unggah di akun Twitternya, @ombrewoks3.
"Karena ada yang mention saya, maka saya coba buat design kaos kayak gini. Kira-kira ada yang minat kausnya? Warna bisa request sesuai keinginan. Bantu re-tweet ya teman-teman. Terima kasih," tulisnya dalam unggahan tersebut.
Polisi kemudian mendatangi RS di rumahnya. RS dibawa dan diperiksa. Unggahan RS berakhir dengan penandatanganan surat pernyataan oleh RS, yang isinya permintaan maaf dan berjanji tak mengulangi perbuatan itu. Permintaan maaf RS juga direkam dalam bentuk video berdurasi 40 detik dan menyebar luas.
"Dengan ini menyatakan maaf yang sebesar besarnya kepada seluruh masyarakat Indonesia atas unggahan di akun Twitter saya yang tidak pantas," tutur RS dalam video tersebut. RS juga meminta maaf kepada institusi Polri dan kehakiman, serta pemerintah Indonesia.
Belakangan polisi menyebut motif RS mencari uang. Polisi menyatakan RS tak ditahan. "Sudah kita selesaikan secara restorative justice setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan kepada pelaku," tutur Kasat Reskrim Polres Tuban AKP Adhi Makayasa, ditulis Detikcom, Rabu, 18 Agustus.
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto juga angkat suara. Ia mengatakan salah satu alasan polisi tak melakukan penindakan adalah karena tak direstui Jokowi. "Menyerang secara individu memang mengisyaratkan korbannya yang harus melapor. Khusus dalam hal ini pun Bapak Presiden juga tidak berkenan Polri reaktif dan responsif terhadap masalah itu," ungkap Agus kepada VOI, Kamis, 19 Agustus.
Sebenarnya apa arti dari '404: Not Found'?
Di jagat internet, 404 dikenal sebagai kode HTTP. Ketika kode itu muncul artinya laman tidak ditemukan alias kosong. 404 juga diartikan sebagai cara internet mengatakan bahwa Anda telah mencapai jalan buntu.
Dilansir news.com.au, Ada cerita menarik tentang angka 404 itu. Pesan itu muncul ketika sekelompok ilmuwan, seperti di CERN, Swiss mulai mengerjakan proyek yang jadi cikal bakal World Wide Web (WWW).
Dalam proses pengerjaannya, para ilmuwan membuat infrastruktur database yang menawarkan akses terbuka ke data dalam macam-macam format. Nah, database pusat WWW itu ada di lantai keempat di kantor, tepatnya ruangan bernomor 404.
Di dalam ruangan itu ada dua sampai tiga orang yang bertugas meletakkan file-file yang diminta secara manual. Mereka juga bertugas mengirimkan file-file tersebut ke jaringan untuk orang-orang yang memintanya.
Namun tak semua permintaan itu bisa dipenuhi. Ketika permasalahan ini terus terjadi dan jadi kendala umum, orang-orang di dalam ruangan akan mengirimi pesan standar bertulis, "Room 404: File Not Found."
Perkembangan teknologi kemudian membuat proses manual menjadi otomatis. Meski begitu pesan error tersebut tetap menjadi standar dengan nama "404 Not Found."
Demokrasi yang terbukti buntu
"Saya sebenarnya masih dalam pemulihan pasca-dirawat karena COVID-19. Status saya juga cuti. Tapi gelisah juga lihat kasus mural itu," tutur Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid membuka perbincangan dengan VOI, Kamis, 19 Agustus.
Iya. Berkali-kali Usman menegaskan kekhawatirannya pada nasib demokrasi Indonesia. Kasus ini betul-betul menunjukkan pertanda suram, begitu kira-kira pandangan Usman. Hampir tak ada alasan melarang mural dalam alam demokrasi. Mural adalah hak berekspresi, berpikir dan berpendapat.
"Itu dilindungi dalam hukum nasional maupun internasional," tutur Usman.
Undang-Undang Dasar 1945 jelas melindungi kebebasan berekspresi. Pun dengan Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam konteks internasional, Indonesia juga telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil lewat UU Nomor 12 Tahun 2005.
Memang, belum ada tanda pemidanaan untuk RS yang merupakan tukang sablon di Bantul dan seniman pembuat mural di Tangerang yang masih dalam pencarian. Tapi respons yang ditunjukkan polisi akan menimbulkan efek ketakutan. Cara ini, meski tak secara langsung turut berpotensi mengekang kebebasan.
"Cara aparat meminta yang bersangkutan untuk meminta maaf terbuka dapat menciptakan efek ketakutan di masyarakat yang membuat mereka tidak lagi mau atau berani menyatakan pikiran dan pendapat mereka secara jujur," tutur Usman.
Dan jika '404: not found' merupakan kode menunjukkan situasi kebuntuan, maka hari ini pemerintah sendiri yang menunjukkan tanda-tanda kebuntuan itu, khususnya dalam hal demokrasi. Situasi demokrasi lebih buruk dari yang kita kira. Lihat saja pemerintahan tanpa oposisi hari ini.
"Tidak ada oposisi partai politik di parlemen dalam beberapa tahun terakhir ini," kata Usman.
Dan situasi buruk itu bisa lebih buruk lagi ke depan. Proses amandemen
Proses Amandemen itu sendiri sudah merupakan pelemahan sistem pengawasan dan kontrol kesimbangan... t
Di ujung tanduk, terutama jika amandemen UUD 1945 menghasilkan pelemahan sistem pengawasan dan kontrol keseimbangan, masa jabatan Presiden yg diperpanjang, dan pemilihan langsung yg dikembalikan ke MPR. Jika itu terjadi, maka lengkap sudah semua agenda Reformasi dan Demokrasi mengalami jalan buntu
[20:23, 19/08/2021] Yudhistira: Pelemahan sistem pengawasan dan kontrol keseimbangan yang berpotensi terjadi apa, Bang Usman?
[20:23, 19/08/2021] Yudhistira: Jika bisa dielaborasi
[20:35, 19/08/2021] Narsum Usman Hamid: Jika masa jabatan presiden diperpanjang, maka itu adalah bentuk penghianatan Reformasi. Begitupula jika pemilihan langsung kembali menjadi tak langsung, akan melemahkan kontrol suara rakyat.
Dalam pidato Presiden Joko Widodo pada Senin lalu, ia menyatakan kritik terhadap pemerintah itu adalah bagian penting dari kehidupan publik.
Dia harus ambil langkah nyata untuk memastikan bahwa pernyataan itu tidak punya arti bersayap dan bisa dipahami secara benar oleh badan2 penegakan hukum di lapangan, kalau tidak maka itu menjadi tak lebih dari sekadar lip service.
<
JAKARTA - Pembuat mural dan graffiti yang berisi kritik terhadap pemerintah terancam kriminalisasi oleh aparat. Adapun mural yang dihapus bergambar diduga mirip Presiden Joko Widodo yang bertuliskan ‘404: Not Found’ di Tangerang, "Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit" di Pasuruan dan 'wabah sesungguhnya adalah kelaparan' mendapat sorotan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Teo Reffelsen, salah satu pengacara publik LBH Jakarta menilai tindakan penghapusan mural dan graffiti tersebut merupakan bukti nyata kemunduran demokrasi. Bahkan, pemerintah dicap semakin anti terhadap kritik masyarakat.
"Mural dan grafiti yang berisi kritik terhadap pemerintah merupakan bentuk ekspresi dan aspirasi yang disampaikan lewat seni," katanya saat dikonfirmasi VOI, Rabu 18 Agustus, malam.
Mural '404: Not Found" di Tangerang sebelum dihapus petugas
Menurut Teo, hal ini dijamin serta dilindungi Undang-undang Dasar (UUD) 1945, Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil yang telah diratifikasi melalui UU No.12 tahun 2005, Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, sehingga tidak dapat dibatasi dan dihapus secara serampangan.
"Penghapusan dan ancaman kriminalisasi terhadap masyarakat pembuat mural dan graffiti adalah tindakan represi. Dan pembungkaman terhadap ekspresi dan aspirasi masyarakat," katanya.
Melihat fenomena itu, ruang ekspresi masyarakat di ruang publik semakin menyempit. Bahkan, sambung Teo, mural dan grafiti saja dihapus dan ancaman kriminalisasi oleh aparat terhadap seniman pembuatnya juga didepan mata.
Teo mengatakan, sekelumit peraturan telah menyekat ekspresi keluhan masyarakat di masa PPKM. Masyarakat juga dilarang melakukan demonstrasi dengan alasan pandemi COVID-19, kemudian ekspresi dan pendapat di media sosial juga dihantui oleh laporan polisi dengan menggunakan UU ITE serta pasal karet lainnya.
BACA JUGA:
Pembuat Mural 'Jokowi 404: Not Found' Diburu Polisi, PKS: Jangan Dihukum, Ajak Dialog| BERITA
Pembuat Mural 'Jokowi 404: Not Found' Diburu Polisi, PKS: Jangan Dihukum, Ajak Dialog
15 Agu 2021 21:36
Soal Mural 'Jokowi 404: Not Found', Politisi PDIP Arteria: Semoga yang Buat Dapat Hidayah| BERITA
Soal Mural 'Jokowi 404: Not Found', Politisi PDIP Arteria: Semoga yang Buat Dapat Hidayah
15 Agu 2021 20:49
Sidang dan Laporan Tahunan MPR akan Digelar Secara Daring| BERITA
Sidang dan Laporan Tahunan MPR akan Digelar Secara Daring
07 Agu 2020 18:53
LBH Jakarta menilai kepolisian tidak dapat melakukan proses hukum terhadap orang-orang yang membuat mural dan grafiti tersebut dengan alasan Presiden merupakan Pemimpin dan Lambang Negara.
Dikarenakan, kata Teo, pesan yang disampaikan warga masyarakat melalui mural seperti sosok mirip presiden atau graffiti bernada kritik terhadap negara merupakan bentuk ekspresi dan aspirasi kritis warga terhadap pemangku jabatan Presiden.
"Mural dan grafiti tersebut merupakan bentuk pendapat warga terhadap kinerja Presiden dan pemerintahannya," katanya.
Grafiti 'Wabah Sesungguhnya Adalah Kelaparan' di Tangerang
Teo melanjutkan, Presiden bukan merupakan Lambang Negara sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 36A UUD 1945 dan Pasal 1 ayat (3) jo Pasal 46 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 telah menyatakan bahwa Pasal 134, 136, dan 137 KUHP terkait delik penghinaan presiden bertentangan dengan konstitusi sehingga harus dibatalkan.
"Jika ada yang keberatan dan dinilai terdapat dugaan pelanggaran, sifatnya adalah keperdataan atau pelanggaran administratif bukan pendekatan penegakan Hukum Pidana," ucapnya.
Grafiti Dipaksa Sehat di Negara Yang Sakit
Menyoroti polemik ruang berekspresi ini, LBH Jakarta mendesak Presiden Republik Indonesia memerintahkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia agar menghormati kebebasan berekspresi dan berpendapat masyarakat.
Kemudian Kapolri untuk menghormati kemerdekaan berekspresi masyarakat dan menghentikan segala bentuk represi terhadap ruang kemerdekaan berpendapat.
"Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia memerintahkan Kepala Daerah agar memerintahkan Satuan Polisi Pamong Praja untuk menghormati hak kemerdekaan berekspresi dan berpendapat masyarakat. Hentikan tindakan represif pelarangan dan penghapusan mural atau graffiti berisi kritik sosial," ujarnya
Tag:
TAG TERPOPULER
#Vaksin
waduh kasus 404 not found ini memalukan krn pendapat ditembok saja dilarang. di medsos dikenain UU ITe. jadi saluran utk menyampaikan pendapat/ekspresi ruangnya ga ada. mungkin kasus 404 ini menunjukan ruang utk berpendapat ini semakin mengkhawatirkan, sudah sempit ditambah respon terhadap kasus 404 jd semakin sempit.
justru harusnya ruang kebebasan berpendapat/ekpresi itu dibuka seluas-luasnya. krn catatan EUI menyebutkan index demokrasi Indo menurun. data EUI harus direspon pemerintah utk memperbaikinya bukan menambah runyam.
terus yg paling penting juga soal respon dr istana harusnya dgn narasi yg menyejukan bukan narasi yg kontroversial, apalagi argumentasi hukumnya lemah. respon istana model spt ini menunjukan scr tidak langsung sebenarnya jika dibaca dlm konteks mural, kalau mural yg menyudutkan kekuasaan dihardik tp mural yg menunjukan kesan baik tidak dipermasalahkan.
jadi yg dilarang ini muralnya atau kontennya?
[19:26, 19/08/2021] Afif LBHM: itu pertanyaan bukan buat saya sih mas. tp bisa jg ditanyakan ke faldo yg kemarin heboh buat statment soal mural melanggar hukum.
JAKARTA - Pembuat mural dan graffiti yang berisi kritik terhadap pemerintah terancam kriminalisasi oleh aparat. Adapun mural yang dihapus bergambar diduga mirip Presiden Joko Widodo yang bertuliskan ‘404: Not Found’ di Tangerang, "Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit" di Pasuruan dan 'wabah sesungguhnya adalah kelaparan' mendapat sorotan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Teo Reffelsen, salah satu pengacara publik LBH Jakarta menilai tindakan penghapusan mural dan graffiti tersebut merupakan bukti nyata kemunduran demokrasi. Bahkan, pemerintah dicap semakin anti terhadap kritik masyarakat.
"Mural dan grafiti yang berisi kritik terhadap pemerintah merupakan bentuk ekspresi dan aspirasi yang disampaikan lewat seni," katanya saat dikonfirmasi VOI, Rabu 18 Agustus, malam.
Mural '404: Not Found" di Tangerang sebelum dihapus petugas
Menurut Teo, hal ini dijamin serta dilindungi Undang-undang Dasar (UUD) 1945, Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil yang telah diratifikasi melalui UU No.12 tahun 2005, Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, sehingga tidak dapat dibatasi dan dihapus secara serampangan.
"Penghapusan dan ancaman kriminalisasi terhadap masyarakat pembuat mural dan graffiti adalah tindakan represi. Dan pembungkaman terhadap ekspresi dan aspirasi masyarakat," katanya.
Melihat fenomena itu, ruang ekspresi masyarakat di ruang publik semakin menyempit. Bahkan, sambung Teo, mural dan grafiti saja dihapus dan ancaman kriminalisasi oleh aparat terhadap seniman pembuatnya juga didepan mata.
Teo mengatakan, sekelumit peraturan telah menyekat ekspresi keluhan masyarakat di masa PPKM. Masyarakat juga dilarang melakukan demonstrasi dengan alasan pandemi COVID-19, kemudian ekspresi dan pendapat di media sosial juga dihantui oleh laporan polisi dengan menggunakan UU ITE serta pasal karet lainnya.
BACA JUGA:
Pembuat Mural 'Jokowi 404: Not Found' Diburu Polisi, PKS: Jangan Dihukum, Ajak Dialog| BERITA
Pembuat Mural 'Jokowi 404: Not Found' Diburu Polisi, PKS: Jangan Dihukum, Ajak Dialog
15 Agu 2021 21:36
Soal Mural 'Jokowi 404: Not Found', Politisi PDIP Arteria: Semoga yang Buat Dapat Hidayah| BERITA
Soal Mural 'Jokowi 404: Not Found', Politisi PDIP Arteria: Semoga yang Buat Dapat Hidayah
15 Agu 2021 20:49
Sidang dan Laporan Tahunan MPR akan Digelar Secara Daring| BERITA
Sidang dan Laporan Tahunan MPR akan Digelar Secara Daring
07 Agu 2020 18:53
LBH Jakarta menilai kepolisian tidak dapat melakukan proses hukum terhadap orang-orang yang membuat mural dan grafiti tersebut dengan alasan Presiden merupakan Pemimpin dan Lambang Negara.
Dikarenakan, kata Teo, pesan yang disampaikan warga masyarakat melalui mural seperti sosok mirip presiden atau graffiti bernada kritik terhadap negara merupakan bentuk ekspresi dan aspirasi kritis warga terhadap pemangku jabatan Presiden.
"Mural dan grafiti tersebut merupakan bentuk pendapat warga terhadap kinerja Presiden dan pemerintahannya," katanya.
Grafiti 'Wabah Sesungguhnya Adalah Kelaparan' di Tangerang
Teo melanjutkan, Presiden bukan merupakan Lambang Negara sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 36A UUD 1945 dan Pasal 1 ayat (3) jo Pasal 46 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 telah menyatakan bahwa Pasal 134, 136, dan 137 KUHP terkait delik penghinaan presiden bertentangan dengan konstitusi sehingga harus dibatalkan.
"Jika ada yang keberatan dan dinilai terdapat dugaan pelanggaran, sifatnya adalah keperdataan atau pelanggaran administratif bukan pendekatan penegakan Hukum Pidana," ucapnya.
Grafiti Dipaksa Sehat di Negara Yang Sakit
Menyoroti polemik ruang berekspresi ini, LBH Jakarta mendesak Presiden Republik Indonesia memerintahkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia agar menghormati kebebasan berekspresi dan berpendapat masyarakat.
Kemudian Kapolri untuk menghormati kemerdekaan berekspresi masyarakat dan menghentikan segala bentuk represi terhadap ruang kemerdekaan berpendapat.
"Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia memerintahkan Kepala Daerah agar memerintahkan Satuan Polisi Pamong Praja untuk menghormati hak kemerdekaan berekspresi dan berpendapat masyarakat. Hentikan tindakan represif pelarangan dan penghapusan mural atau graffiti berisi kritik sosial," ujarnya
Tag:
TAG TERPOPULER
#Vaksin