Tingkat Penetrasi Asuransi di Indonesia Masih Kecil, Ini Cara OJK
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tingkat penetrasi asuransi di Indonesia dibandingkan Produk Domestik Bruto (PDB), di Indonesia hanya 2,75 persen.
Padahal, pertumbuhan ekonomi di Indonesia konsisten di 5 persen.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan, peluncuran Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Industri Perasuransian Periode 2023-2027 untuk mendorong rasio penetrasi Asuransi di Indonesia meningkat, lantaran saat ini rasio penetrasi asuransi masih berada pada level 2,75 persen.
Mahendra menyebutkan, penetrasi asuransi atau dana industri asuransi saat ini dibandingkan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia masih terbilang kecil hanya 2,75 persen.
Dengan demikian, hanya ada sekitar 7,5 juta orang dari total 275 juta orang penduduk Indonesia.
"Kita bicara asset to GDP masih kecil. Penetrasi 2,75 persen dikatakan berarti sekitar 7,5 juta orang dari 275 juta orang (penduduk). Bahkan, kontribusinya di ekonomi RI masih sangat kecil," tuturnya kepada wartawan, Senin, 23 Oktober.
Dengan demikian, Mahendra menilai masih ada ruang yang sangat besar bagi pengembangan industri asuransi, mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia konsisten di angka 5 persen, sehingga minat masyarakat menggunakan asuransi masih terbuka lebar.
"Kenapa angkanya kecil sekali, untuk orang yang paham di samping ini baru 2,75 persen, plus peta demokrasi yang muda, masih banyak peluang learning income. Its not bad problem, it's a good problem karena ruang perbaikannya luar biasa besarnya dan potensinya tidak terbatas," jelasnya.
Dalam proses ke depan, OJK akan membentuk satuan tugas atau task force yang berfungsi untuk memantau pengimplementasian Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Industri Perasuransian Periode 2023-2027.
"Setelah membentuk task force, melakukan pemantauan terhadap implementasi dan melaporkannya kepada stakeholder progress report," ujarnya.
Sementara, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono mengatakan Indonesia termasuk dalam negara anggota G20 dengan populasi terbanyak keempat di dunia sekitar 278 juta orang, tetapi penetrasi asuransi lebih rendah dibandingkan beberapa negara ASEAN.
"Penetration rate-nya rendah kalah dibandingkan penetration dari negara-negara ASEAN, padahal pertumbuhan ekonomi Indonesia konsisten 5 persen dan diproyeksikan sampai akhir tahun dan diproyeksikan pada 2024 juga masih di kisaran 5 persen," ungkap Ogi.
Ogi menambahkan, hal tersebut menjadi potensi besar untuk pengembangan industri asuransi, baik itu kualitas produk maupun minat masyarakat untuk menggunakannya.
Menurut Ogi, peluncuran Peta Jalan Penguatan dan Pengembangan Sektor Perasuransian merupakan salah satu satu komitmen untuk memperbaiki industri asuransi dan berharap dengan langkah ini kepercayaan masyarakat bisa meningkat.
"Kita punya komitmen untuk bagaimana mengembalikan kepercayaan masyarakat ke industri perasuransian. Oleh karena itu, tagline kita gunakan restoring confidence through industrial reform, dan kita lakukan ini secara bersama-sama. Bukan hanya OJK tapi seluruh stakeholder," katanya
Berdasarkan data survei di tahun 2022, angka inklusi keuangan RI hanya di 16 persen di Indonesia yang membeli produk-produk asuransi.
Sementara literasi asuransi itu sekitar 2 kali lipatnya lipat mencapai 33 persen.
"Jadi, hanya separuh orang yang paham mengenai asuransi, membeli produk asuransi. Berarti belum ada kepercayaan ke produk-produk asuransi yang ditawarkan. Ini satu momentum bagus untuk mengembalikan confidence dan trust masyarakat," tuturnya.
Selain itu, agar memastikan regulasi tetap sejalan dengan peta jalan, OJK juga membuat satuan tugas atau task force yang difungsikan untuk meninjau dan mengevaluasi realisasi Peta Jalan Penguatan dan Pengembangan Industri Perasuransian 2023-2027 agar industri asuransi lebih kuat, sehat dan berkelanjutan.
اقرأ أيضا:
Ogi berharap, melalui regulasi dan peta jalan asuransi yang mencakup visi lima tahun ke depan ini, industri perasuransian bisa lebih sehat.
Terutama, dari segi penguatan permodalan, governance, risk management, pengaturan produk dan juga jasa profesi penunjang di industri asuransi.
Kemudian, dalam rangka pengembangan sektor perasuransian, ada tiga lapis (layer) pengawasan yang mencakup pertama, penguatan internal sektor perasuransian. Kedua, penguatan profesi dan lembaga penunjang.
Serta ketiga, penguatan peran dari OJK sebagai regulator.