Status Gunung Slamet Masih Waspada
JAKARTA - Status Gunung Slamet hingga saat ini masih berstatus waspada, sehingga pendaki belum diizinkan mendaki gunung tertinggi di Jawa Tengah itu. Demikian berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
"Saat ini, statusnya masih waspada karena memang dari indikasi data-data yang ada masih menunjukkan fluktuatif," kata petugas PVMBG Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Slamet Sukedi dilansir Antara, Rabu, 29 Juni.
Menurut dia, data-data yang masih fluktuatif tersebut terutama pada kegempaan dan jarak kemiringan (electronic distance meter/EDM) Gunung Slamet.
Dalam hal ini, kata dia, deformasi atau perubahan ukuran masih terjadi pada gunung yang berada di wilayah Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Pemalang, Tegal dan Brebes itu.
"Makanya, status masih bertahan di situ (waspada, red) meskipun telah berlangsung hampir setahun. Oleh karena itu, teman-teman yang ingin melakukan pendakian (di Gunung Slamet), itu belum boleh, ditunda dulu, atau silakan cari gunung lain yang lebih aman dan nyaman," jelasnya.
Dia mengakui intensitas embusan asap yang dikeluarkan kawah di puncak Gunung Slamet hingga saat ini masih relatif lemah.
Sukedi mengatakan berdasarkan pengamatan dari Pos PGA Slamet di Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, yang berjarak sekitar 8,5 kilometer sebelah utara dari puncak Gunung Slamet, tinggi embusan asap pada Rabu (29/7) pagi hingga siang berkisar 25-100 meter.
"Sementara ini embusan asap itu masih berwarna putih, belum sampai pekat. Mudah-mudahan jangan sampai pekat," katanya.
Adapun PVMBG meningkatkan status Gunung Slamet dari aktif normal (tingkat I) menjadi waspada (tingkat II) sejak hari Jumat, 9 Agustus 2019, pukul 09.00 WIB.
Peningkatan status tersebut dilakukan setelah PVMBG melakukan analisis terhadap hasil pemantauan aktivitas Gunung Slamet dari Pos PGA Slamet di Desa Gambuhan.
Dalam hal ini, sejak Juni hingga 8 Agustus 2019 tercatat 51.511 kali embusan asap, lima kali gempa tektonik lokal, dan 17 kali gempa tektonik jauh.
Selain gempa-gempa tersebut, pada akhir Juli 2019 mulai terekam getaran tremor dengan amplitudo maksimum 0,5-2 milimeter dan masih berlangsung hingga saat pelaporan serta energi kegempaan terdeteksi meningkat secara gradual.
Pengukuran jarak miring dengan metode EDM berfluktuasi dan berada pada pola datar, sedangkan dengan pengukuran ungkitan dengan tiltmeter terdeteksi adanya penggembungan (deformasi) mulai akhir Juli 2019.
Sementara dalam pengukuran suhu mata air panas pada tiga lokasi menunjukkan nilai 44,8-50,8 derajat Celcius atau menunjukkan adanya kecenderungan naik dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya.