Mengenang Proyek Legendaris Radiohead dan MTV EXIT: Indonesia dalam Bingkai Eksploitasi Pekerja Anak

JAKARTA - Dian Novianti, Kamsa Nur Cholis, dan Suryadi ditangkap. Ketiganya terlibat kasus prostitusi anak di bawah umur. Mempekerjakan anak saja tergolong kejahatan. Apalagi menjadikan mereka sumber uang dari bisnis prostitusi. Di Indonesia, persoalan ini bergulir panjang. Perlu rasanya melihat kembali proyek kampanye band genius, Radiohead bersama MTV dalam MTV EXIT. Sebab, Indonesia jadi sorotan dalam kampanye itu.

Kapolsek Koja Komisaris Polisi Cahyo mengatakan, Dian, Kamsa, dan Suryadi ditangkap di rumah kos di Pondok Impian, Simpang Lima Semper, Tugu Selatan, Koja, Jakarta Utara. Dari penangkapan itu, polisi mengamankan tujuh orang anak yang jadi korban kejahatan prostitusi bawah umur. Mereka rata-rata berusia 15 sampai 17 tahun.

"Rata-rata korban dari Cianjur. Mereka sengaja direkrut, ditampung di salah satu tempat kos yang mana kos tersebut disediakan para pelaku," ujar Cahyo, ditulis Kompas.com, Sabtu, 27 Juni lalu.

Di penampungan itu, para muncikari menjual setiap anak melalui media sosial. Mereka diancam Pasal 2 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang juncto Pasal 296 KUHP. "Kita kenakan pasal tersebut dengan ancaman minimal 3 tahun, maksimal 15 tahun," kata Cahyo.

Tahun 2017, sebuah kasus juga membuka mata mirisnya nasib anak yang dipekerjakan di negeri ini. Pabrik kembang api milik PT Panca Buana Cahaya Sukses terbakar pada 26 Oktober. Sejumlah anak di bawah umur ikut tewas terbakar di dalam bangunan tempat mereka bekerja.

Andri Hartanto, Manajer Operasional PT Panca Buana Cahaya Sukses yang kala itu tersangka berbicara kepada Tirto.id tentang anak-anak yang dipekerjakan di pabriknya. Ia mengatakan terpaksa mempekerjakan anak di bawah umur untuk mengakomodir keinginan warga sekitar agar pabrik menyerap tenaga anak-anak yang tak bersekolah.

Pekerja anak jadi salah satu dakwaan yang dikenakan pada Andri saat itu. Selain Andri, polisi menetapkan dua tersangka lain, yaitu Indra Liono selaku pemilik pabrik --yang juga dikenai dakwaan pekerja anak-- dan Subarna Ega, seorang tukang las. Kebakaran kala itu diketahui terjadi akibat kelalaian dalam proses pengelasan rangka atap di bangunan bagian bawah.

"Pekerja perempuan khusus packing adalah pekerja lepas harian warga sekitar, yang dikoordinasi oleh Bapak Sutrisna (salah satu korban tewas) ... Pihak pabrik awalnya akan menginvestasikan mesin packing sendiri. Tapi atas permintaan untuk kontribusi kepada warga sekitar membuka lapangan kerja, kami menunda mesin packing yang akan kami impor," tutur Andri dalam perbincangan tersebut.

Kampanye legendaris

"Ayo, semua. Ayo, bangun. Bangun, bangun!"

Seorang wanita berteriak sembari mengayunkan kakinya ke arah gerombolan anak yang tengah tidur di sebuah lorong. Pemandangan di layar terbagi menjadi dua. Dua cerita yang melaju paralel diputar. Sisi kiri menunjukkan gelapnya kehidupan anak-anak pekerja pabrik sepatu yang mereka sebut "kehidupan anak di timur". Sementara, sisi kanan menampilkan kehidupan nyaman yang didapat seorang anak laki-laki di dunia belahan barat.

Banyak yang meyakini video itu menggambarkan gelapnya kondisi anak-anak yang dipekerjakan di Indonesia. Beberapa tahun sebelum video, tepatnya 2002, Indonesia jadi sorotan dunia karena kasus perbudakan anak di sebuah pabrik sepatu di Bandung, Jawa Barat. Sejumlah teori mengenai itu juga diperkuat dengan komentar-komentar penonton di dalam unggahan video YouTube.

>

I'm the next act

Waiting in the wings

I'm an animal

Trapped in your hot car

I am all the days

That you choose to ignore

Suara Thom Yorke mengalun, menyusul string berirama minor. Gelap. Sempurna. Itulah kali pertama, saya yang masih duduk di kursi SMA dihadapkan pada sebuah realita tentang anak-anak yang dipekerjakan. Dieksploitasi.

Thom Yorke adalah musisi yang tak pernah menyimpan pandangan politiknya untuk diri sendiri. Mengikuti kiprah Radiohead hampir sama dengan menelusuri jejak pemikiran Thom Yorke dan caranya menyikapi persoalan-persoalan di dunia.

Tahun 2008, ketika dihubungi MTV untuk ambil bagian dalam kampanye MTV EXIT (End Exploitation and Trafficking), Thom Yorke spontan antusias. "Sangat menyenangkan MTV mengangkat ini. Biasanya ini adalah sesuatu yang hanya bisa saya bicarakan dengan orang-orang yang dianggap 'sayap kiri ekstrem' atau apa pun. Jadi sangat bagus karena kita tak perlu berada di sisi manapun (dalam politik) untuk melihat kesalahan dalam isu ini," kata Thom Yorke, kami kutip dari MTV.com, Kamis, 23 Juli.

Proyek ini istimewa. Radiohead dan MTV menggandeng sinematografer pemenang Oscar, John Seale (The English Patient-1997). Di kursi sutradara, Steve Rogers jadi pengarah. Proyek itu menargetkan dampak besar, yakni kesadaran kolektif masyarakat dunia tentang gelapnya kenyataan nasib anak-anak yang dipaksa bekerja. Video ini juga diharapkan dapat menyadarkan banyak pria dan wanita dewasa bahwa beberapa dari kita mungkin saja tengah menjalani bentuk eksploitasi.

Ada alasan kenapa Radiohead memilih lagu All I Need dari album In Rainbows dalam proyek ini. Alasan yang dapat diterjemahkan dengan sangat baik oleh Seale dan Rogers. "Itu adalah jenis gambar yang ada di kepalaku," kata Thom Yorke.

"Kadang-kadang ketika kamu berjalan menyusuri High Street dan kamu melihat (sepatu) yang sangat murah, kamu semacam berpikir, 'Hmmm, bagaimana mereka bisa membuat itu sangat murah?' Momen berpikir itu menyentuh saya bahwa musiknya (All I Need) akan sesuai dengan isu ini. Saya pikir ini akan hebat," tambahnya.

Di Indonesia

Di Indonesia, regulasi mengenai anak yang dipekerjakan diatur dalam sejumlah aturan. Pasal 88 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, misalnya, mengancam penjara maksimal sepuluh tahun dan/atau denda maksimal Rp200 juta kepada setiap orang yang mempekerjakan anak.

Lainnya, Pasal 185 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengamanatkan hukuman penjara maksimal empat tahun dan/atau denda maksimal Rp400 juta bagi pelaku usaha yang mempekerjakan anak di bawah umur. Namun, UU Ketenagakerjaan memberi ruang bagi pengusaha untuk melegalisasi pemanfaatan tenaga anak yang berusia di atas 12.

Pertama, pengusaha harus mendapatkan izin tertulis dari orang tua. Kedua, pengusaha dan orang tua wajib menandatangani perjanjian. Lalu, anak hanya boleh bekerja maksimal tiga jam per hari. Pekerjaan juga hanya boleh dilakukan di siang hari. Terakhir, pekerjaan anak tak boleh mengganggu pendidikan, kesehatan, fisik, sosial, dan mental.

Ilustrasi foto (Aalok Atreya/Unsplash)

Fakta lapangan, anak-anak Indonesia belum bebas. Masih banyak di antaranya yang dipekerjakan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 menunjukkan jumlah pekerja anak di tahun itu mencapai 981,9 ribu atau 2,65 persen dari total anak berumur 5-17 tahun.

Secara umum, angka ini menurun, memang. Data 2017, BPS mencatat lebih banyak anak yang dipekerjakan: 1,2 juta anak atau 3,06 persen dari total anak berusia sama. Penurunan ini tak berarti Indonesia berhasil menangani permasalahan pekerja anak.

Ada faktor pertumbuhan yang berimplikasi pada berkurangnya jumlah pekerja anak di kisaran usia 5-17. Pada 2017, ada 40,6 juta jiwa. Di 2018, mereka yang berada di kisaran usia itu berjumlah 37 juta.

Pekerjaan masih banyak. Keseriusan dibutuhkan untuk melindungi anak-anak dari eksploitasi. Hak-hak mereka harus dipenuhi, terutama dalam sektor pendidikan. Anak-anak harus dibangun. Sebab mereka adalah alasan paling logis jika bangsa ini ingin mempertaruhkan masa depannya.