Kabar Terbaru Proyek Peleburan Tanur Tinggi KRAS yang Mangkrak Sejak 2019

JAKARTA - PT Krakatau Steel memiliki proyek mangkrak yang nilai investasinya mencapai 850 juta dolar AS atau setara dengan Rp12 triliun. Proyek ini juga menjadi sorotan Menteri BUMN Erick Thohir. Sebab, pembangunan proyek ini dinilai telah memakan biaya investasi yang besar hingga membebankan perusahaan dengan utang menggunung. Investasi yang dimaksud adalah pembangunan pabrik tanur tinggi atau blast furnace.

Berikut perkembangan kabar mengenai proyek tersebut:

1. Erick Thohir beri restu untuk dilanjutkan

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memberi restu kepada PT Krakatau Steel (Persero) Tbk atau KRAS untuk melanjutkan proyek peleburan tanur tinggi atau blast furnace. Erick mengatakan bahwa industri baja saat ini tengah mengalami tren kenaikan di pasar global. Karena itu, tidak menutup kemungkinan pemegang saham menginginkan KRAS memperbaiki kinerja pabrik tersebut.

"Ada harapan blast furnace ini bisa diperbaiki karena bajanya lagi naik. Kalau bajanya lagi turun harganya, ya enggak bisa," ujar Erick saat ditemui di kawasan kantor Telkom, Kamis, 30 September.

Seperti diketahui, KRAS sudah menghentikan operasional sejak akhir 2019 lalu. Adapun penghentian pabrik dikarenakan tidak mampu menghasilkan baja dengan harga pasar yang kompetitif. Sementara, biaya operasionalnya tercatat tinggi.

2. Dugaan korupsi tetap diusut

Meskipun proyek ini dilanjutkan, Erick meminta penegak hukum tetap menindaklanjuti dugaan korupsi yang terjadi di internal Krakatau Steel, termasuk mengusut persoalan dalam proyek blast furnace.

"Yang masalah blast furnace itukan harus ditindaklanjuti. Kalau memang ada indikasi korupsi ya harus diselesaikan. Karena kenapa? Jangan nanti baru mau berpartner baru ribut ini korupsi, akhirnya partner yang sudah semangat, jadi berhenti, apalagi baja kan lagi naik industrinya," katanya.

Erick juga ingin para direksi dan komisaris pada masa sebelumnya bisa bertanggungjawab dengan kepemimpinan mereka terdahulu, sehingga direksi dan komisaris saat ini bisa terlepas dari beban masa lalu tersebut.

"Ini supaya komisaris, direksi yang sekarang baru, hasil restrukturisasi ini sudah semangat kerjanya, yang tadinya rugi, jadi untung. Mereka juga mesti terlepas, bahwa ini kan kasus lama," katanya.

3. KRAS targetkan pada 2022 pabrik dioperasikan

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan bahwa saat ini Krakatau Steel sudah memiliki dua calon mitra strategis, bahkan satu calon sudah menandatangani Memorandum of Agreement (MOA) dengan Krakatau Steel. Satu mitra lagi sudah menyampaikan surat minat untuk bekerja sama dalam hal blast furnace.

Lebih lanjut, Silmy mengatakan bahwa dengan adanya mitra strategis ini, maka sudah ada solusi atas proyek blast furnace. Ditargetkan Kuartal II-2022 akan dioperasikan.

"Pengoperasian blast furnace nantinya akan menggunakan teknologi yang memaksimalkan bahan baku dalam negeri yaitu pasir besi. Penggunaan pasir besi ini akan menghemat biaya produksi dan menurunkan impor bahan baku dari luar negeri yaitu iron ore," ucapnya melalui keterangan resmi, Selasa, 28 September.

Kata Silmy, semua upaya yang dilakukan ini didukung dengan manajemen yang bebas korupsi. Apalagi, kata dia, Krakatau Steel sudah menerapkan ISO 37001:2016 sejak bulan Agustus 2020 sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan KKN.

Lebih lanjut, Silmy mengatakan, hal tersebut merupakan standar internasional yang dapat digunakan semua yurisdiksi serta dapat diintegrasikan dengan sistem manajemen yang sudah dimiliki Krakatau Steel saat ini.

"Kaitan adanya indikasi penyimpangan/korupsi di masa lalu tentu menjadi perhatian manajemen. Fokus saya ketika bergabung adalah mencarikan solusi dan melihat ke depan agar Krakatau Steel bisa selamat terlebih dahulu," ucapnya.

Menurut Silmy, satu demi satu masalah di Krakatau Steel sudah diatasi manajemen baru. Mulai dari perusahaan yang lama tidak untung, pabrik yang tidak efisien, maupun proyek yang belum selesai.

"Sudah banyak yang selesai dan sisanya sudah didapatkan solusinya," katanya.

Di samping itu, Silmy mengatakan bahwa tren meningkatnya utang KRAS dimulai di tahun 2011 sampai dengan 2018. Akumulasi utang Krakatau Steel mencapai Rp31 triliun ini disebabkan beberapa hal. Salah satunya adalah pengeluaran investasi yang belum menghasilkan sesuai dengan rencana.

Kata Silmy, manajemen baru Krakatau Steel berhasil melakukan restrukturisasi utang pada bulan Januari 2020. Sehingga beban cicilan dan bunga menjadi lebih ringan guna memperbaiki kinerja keuangan.

"Proyek blast furnace diinisiasi pada tahun 2008 dan memasuki masa konstruksi pada tahun 2012, jauh sebelum saya bergabung di Krakatau Steel pada akhir tahun 2018. Manajemen saat ini sudah mendapatkan solusi agar fasilitas atau pabrik yang tadinya mangkrak bisa jadi produktif," tuturnya.