Stadion Lukas Enembe dan Jembatan Merah Youtefa Pengukuh Eksistensi Bumi Cendrawasih dalam Sejarah Olahraga Tanah Air
JAKARTA - Stadion Lukas Enembe dan Jembatan Merah Youtefa akan menjadi saksi kunci dan juga saksi bisu dari perhelatan ajang olahraga nasional PON XX Papua yang diselenggarakan pada 2021 ini.
Melansir Antara, kedua saksi kunci itu bagaikan penanda yang mengukuhkan eksistensi Bumi Cendrawasih sebagai bagian tak terpisahkan dalam sejarah nasional bangsa Indonesia khususnya dalam bidang olahraga.
Keduanya sama-sama dibangun dengan nilai yang fantastis, namun membesarkan prestise masyarakat di bagian timur Indonesia itu.
Usia kedua infrastruktur itu pun terbilang masih belia namun terlihat kokoh berdiri untuk menyokong dan memberikan manfaat besar bagi warga lokal.
Tak berhenti sampai di situ, keduanya pun akan menjadi lokasi pembuka untuk menunjukkan keseriusan Papua menjadi tuan rumah dalam ajang olahraga nomor satu di Bumi Pertiwi.
Akan ada gegap gempita namun bukan berarti hura-hura semata dalam pembukaan PON XX Papua.
Tak cuma simbolis, kedua lokasi itu memiliki peranan yang teramat penting bagi sejarah nasional, jadi mari kita mengenal lebih jauh Stadion Lukas Enembe dan Jembatan Merah Youtefa.
Stadion Lukas Enembe
Stadion itu terletak di Kampung Harapan, Nolokla, Sentani Timur, Kabupaten Jayapura.
Menghabiskan waktu hampir tiga tahun lamanya untuk kemudian berdiri dengan megah seperti saat ini.
Jika dilihat dari jauh tampak stadion itu seperti bunga mekar, fasad- fasad penopang yang terbuat dari baja memiliki motif dan karakter eksotis khas Papua.
Kecantikannya semakin bertambah dengan kehadiran Istora Papua Bangkit yang terletak tak jauh dari stadion utama.
Berbentuk menyerupai rumah adat khas Papua yaitu Honai, Istora Papua Bangkit melengkapi Stadion Lukas Enembe yang digadang- gadang menjadi stadion termegah kedua di Indonesia.
Menggunakan anggaran senilai Rp1,3 triliun serta dibangun oleh 900 pekerja konstruksi, standar yang dimiliki stadion ini bukanlah kaleng- kaleng.
Standar FIFA yang tinggi sudah digunakan di stadion yang berdiri di lahan seluas 13 hektar itu.
Mulai dari rumput Zoysia Matrella atau rumput Manilla, lapangan atletik bersertifikasi kelas 1 standar federasi internasional, hingga pencahayaan pintar yang bisa mengikuti musik semua fasilitas pendukung menggunakan standar kelas dunia.
Stadion ini pun bahkan masuk dalam nominasi Stadion Terbaik Dunia pada 2019 dalam sebuah ajang asal Polandia lewat situs StadiumDB.com.
Dengan mengangkat bentuk simbolik kaya kearifan lokal, Stadion ini pun bersaing dengan 21 stadion lainnya yang berasal dari 19 negara.
Nominasi itu turut menambah rasa kebanggaan tidak hanya bagi masyarakat Papua tapi juga seluruh masyarakat di Indonesia.
Pada kondisi normal, Stadion Lukas Enembe mampu menampung pengunjung hingga 42.000 orang namun khusus pembukaan PON XX Papua hanya diperbolehkan 10.000 pengunjung yang ditampung.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo juga akan hadir membuka PON pertama di Papua tersebut.
Tempat ini akan menjadi sejarah penerimaan obor berbentuk tifa PON XX yang telah diarak ke berbagai wilayah di tanah Papua dan diharapkan bisa menandai momentum kebangkitan dan semangat baru bagi Papua serta menjadi lokasi pencetak juara dalam ajang nasional itu.
Baca juga:
- Jegal Ambisi Jatim Kawinkan Emas Sepak Takraw Tim Double di PON Papua, DKI Jakarta Menang 2-1
- Mirip di Olimpiade Tokyo, Kondisi Angin Tak Menentu Jadi Tantangan Atlet Panahan PON Papua
- Layanan Vaksin dan Antigen Pastikan Keamanan Penonton di Arena Tenis PON Papua
- Nandira Mauriskha Boyong Emas Wushu Kedua untuk DKI Jakarta
Jembatan Merah Youtefa
Tak hanya Stadion Lukas Enembe, Jembatan Merah Youtefa juga akan menjadi saksi bisu gegap gempita pembukaan PON pertama di kawasan paling timur Indonesia itu.
Jembatan itu turut menjadi lintasan untuk final salah satu cabang olahraga yang dikompetisikan yaitu sepatu roda dengan jarak 3000 meter.
Berdiri kokoh dengan warna merahnya yang menyala, jembatan itu menghubungkan masyarakat dari Kota Jayapura lebih mudah mendapatkan akses menuju kawasan perbatasan dengan Papua Nugini.
Dengan menelan biaya pembuatan yang senilai dengan Stadion Lukas Enembe, jembatan itu telah memberikan banyak manfaat usai diresmikan dua tahun lalu.
Kehadiran jembatan itu memudahkan masyarakat yang tadinya harus memakan waktu berjam-jam kini hanya butuh menghabiskan beberapa menit saja untuk melakukan mobilisasi.
Selain itu, jembatan itu menghubungkan dua pantai yaitu Pantai Hamadi dan Pantai Holtekamp.
Menurut penuturan salah satu warga lokal, Robert, ada sebuah fakta menarik di dekat Jembatan Teluk Youtefa.
Ada dua kampung adat yang membuat pemandangan di dekat Jembatan itu terasa lebih berkearifan lokal.
Yaitu adanya kampung adat Tobati dan juga kampung adat Enggros yang keduanya berada di antara Jembatan Merah Youtefa.
Meski dihadirkannya infrastruktur yang tampak modern, masyarakat adat tetap beraktivitas dengan menjaga budayanya.
Misalnya seperti bermain bola di “Lapangan Timbul Tenggelam” yang menjadi fakta unik lainnya yang hadir di dekat Jembatan Merah Teluk Youtefa.
Robert menyebutkan “Lapangan Timbul Tenggelam” akan hadir mengikuti fenomena pasang dan surut air laut.
Ketika momen air laut surut, masyarakat adat yang biasanya anak-anak kecil dari Kampung Tobati dan Kampung Enggros memanfaatkan kondisi itu untuk bermain sepak bola.
Kegiatan yang memberikan keceriaan dan kebahagiaan khususnya bagi masyarakat lokal itu semakin komplit dengan hadirnya pemandangan Jembatan Merah Teluk Youtefa yang kuat.
Keriaan serupa akan tergambarkan dengan taburan cahaya dari kembang api yang akan menghiasi langit Papua dari Jembatan Merah Teluk Youtefa pada saat pembukaan PON XX Papua dihelat di malam hari.
Keduanya memang hanya bangunan yang tak bisa berbicara, baik Stadion Lukas Enembe maupun Jembatan Merah Youtefa menjadi saksi dari salah satu peristiwa bersejarah era ini.
Berdiri selaras dengan gunung-gunung dan pantai yang eksotis, eksistensi keduanya patut dijaga dengan optimal agar cerita masa kini bisa terus diturunkan untuk generasi di kemudian hari.