Anak Buah Anies Beberkan Kendala Penggunaan Aplikasi Silacak buatan Kemenkes
JAKARTA - Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia menyebut terdapat kendala dalam penggunaan aplikasi Silacak.
Silacak merupakan aplikasi buatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang digunakan untuk melakukan pelacakan kontak kerat kasus COVID-19.
Dwi menjelaskan, Dinkes DKI Jakarta telah melatih petugas testing dan tracing di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta untuk segera memasukkan data kontak secara tertib dan rapi ke sistem Silacak.
Namun ternyata, aplikasi Silacak tak bisa memasukkan data warga yang masuk dalam kategori kontak erat lebih dari satu kali, padahal waktunya berbeda. NIK kontak erat yang sudah pernah dimasukkan sebelumnya tidak dapat dimasukkan kembali.
"Misalnya terdapat satu orang yang bisa menjadi kontak erat beberapa orang dalam beberapa periode. Namun, itu tidak dapat dimasukkan kembali ke sistem Silacak," kata Dwi dalam keterangannya, Jumat, 3 September.
Padahal, menurut Dwi, setiap orang yang pernah berinteraksi dekat dengan kasus COVID-19 harus tercatat sebagai kontak erat agar upaya penelusuran kontak (tracing) optimal.
"Untuk itu, kami akan terus berupaya dan berkoordinasi dengan Kemenkes untuk mengatasi ini,” tutur Dwi.
Baca juga:
- Panglima TNI Salurkan Bantuan Laptop untuk Tenaga Tracer COVID-19
- Sempat 90 Persen Sebelum PPKM, BOR Rumah Sakit di Tangerang Menurun Drastis Tinggal 68 Persen
- Kabar Baik, Positivity Rate COVID-19 DKI Terendah se-Indonesia
- Usut Kasus Jual Beli Jabatan, KPK Panggil Belasan Tersangka Penyuap Bupati Probolinggo
Lebih lanjut, Dwi menuturkan Pemprov DKI sudah melakukan upaya tracing dengan cukup baik. DKI melakukan tes PCR kepada 6-7 orang kontak erat dengan kasus COVID-19. Namun, angka tersebut belum mencapat target.
"Tracing ratio pun akan terus kami tingkatkan agar bisa di atas 10 sesuai dengan target dari Kemenkes yang ada di laporan Silacak," ucap Dwi.
Lalu, Dwi menyebut positivity rate spesimen COVID-19 DKI Jakarta per 31 Agustus berada di urutan terendah se-Indonesia, yakni 6,8 persen. Positivity rate adalah persentase kasus positif dari total pemeriksaan spesimen.
Salah satu upaya yang mendukung rendahnya angka positivity rate di Jakarta adalah keseriusan Pemprov DKI Jakarta dalam melaksanakan testing, tracing dan treatment (3T).
"Alhamdulillah, positivity rate spesimen di DKI Jakarta sudah mencapai 6,8 persen yang terendah se-Indonesia berdasar data dari Kemenkes. Kasus aktif di Jakarta terus menurun karena adanya upaya-upaya dari semua pihak yang berkolaborasi bersama Pemprov DKI Jakarta dan memberikan dukungan dalam percepatan penanganan pandemi COVID-19 di DKI Jakarta,” pungkasnya.