Luhut Urusi Limbah Medis COVID-19 dengan Gandeng Pabrik Semen: Ini Persoalan Darurat yang Harus Ditangani
JAKARTA - Pandemi COVID-19 kini memunculkan masalah baru di Tanah Air yakni limbah medis. Persoalan ini dianggap darurat oleh pemerintah. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan bekerja sama dengan pabrik semen menyiapkan insinerator pengolah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang akan ditempatkan di lokasi prioritas.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menilai pengelolaan limbah-limbah B3 medis selama masa pandemi COVID-19 menjadi persoalan darurat yang harus segera dilakukan.
Hal itu, sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada Rapat Kabinet Terbatas tanggal 28 Juli lalu untuk secara serius, sistematis dan cepat dalam penanganan lonjakan timbulan limbah medis selama masa pandemi.
"Pemerintah memandang persoalan darurat yang harus segera ditangani yaitu timbulan limbah medis yang dihasilkan selama masa pandemi COVID-19 ini," katanya dalam keterangan resmi, Rabu, 4 Agustus.
Luhut mengatakan pemerintah akan bekerja sama dengan pabrik semen yang tersebar di berbagai wilayah untuk dapat membantu pemusnahan limbah B3 medis. Mengingat tungku pembakaran/kiln semen bisa mencapai suhu diatas 1.200 derajat celcius.
"Paralel dengan itu, kita akan siapkan insinerator pengolah limbah B3 yang akan ditempatkan di lokasi prioritas, serta mempersiapkan anggaran untuk penanganan limbah B3 medis darurat," tuturnya.
Luhut mengatakan beberapa lokasi prioritas untuk penanganan timbulan limbah B3 medis COVID-19 ini adalah di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan, pusat-pusat isolasi terpusat dan tempat-tempat isolasi mandiri.
Lebih lanjut, kata Luhut, terdapat 15 provinsi yang sampai saat ini belum memiliki jasa pengolah limbah B3 sehingga limbah harus diangkut ke provinsi terdekat yang telah memiliki fasilitas pengolahan. Untuk menjamin kelancaran inisiatif ini, akan diadakan sinkronisasi dan pendetailan data timbulan limbah B3 medis COVID-19 serta jumlah limbah yang belum mampu diolah.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan limbah B3 merupakan limbah yang urgent untuk segera ditangani. Apalagi, saat ini sampah B3 semakin banyak seiring dengan meluasnya tempat-tempat isolasi pasien COVID-19.
Baca juga:
- Luhut Undang Guru, Dokter, Pengamat Ekonomi hingga Mahasiswa: Saya Perlu Masukan, Khususnya Soal Varian Delta COVID-19
- Kabar Gembira! Luhut Sebut Aktivitas Ekonomi Dibuka September Secara Bertahap
- Menko Luhut Minta Penanganan COVID-19 Menggunakan 8 Persen Dana Desa
- Tanggapi Kritik Penanganan Pandemi, Luhut: Pemimpin Politik Tolong Tidak Berkomentar Kalau Belum Jelas
"Pengelolaan limbah B3 medis COVID-19 ini menjadi sangat urgent ditangani semenjak meluasnya sumber-sumber limbah B3 dari penanganan COVID-19 seperti hotel, wisma, maupun tempat isolasi dan karantina mandiri masyarakat," kata Siti.
Siti mengatakan pengelolaan limbah B3 ini terdiri dari beberapa tahap, yakni pengumpulan, pemilahan, pengemasan, pelabelan, penyimpanan, pengangkutan, dan pemusnahan. Semua ini dilakukan agar limbah B3 tersebut tidak menjadi sumber penyakit maupun kerusakan lingkungan yang lebih besar.
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh mengatakan pihaknya akan mengawal pengelolaan limbah B3 medis tersebut.
"BPKP akan mengawal proses perencanaan dan pengadaan alat pengolah limbah B3 medis, dari mulai tahap penentuan kebutuhan riil sarana hingga proses penyerahan aset alat dari K/L kepada pemerintah daerah," ucapnya.