Review Film Hitam, yang Menakutkan Belum Tentu Setan
JAKARTA - Selama ini film horor Indonesia selalu diidentikkan dengan penampakan setan sebagai tokoh antagonis untuk memunculkan teror dan rasa takut pada penonton. Film series Hitam mencoba menawarkan konsep yang berbeda dengan menampilkan zombie.
Film ini ditayangkan di Klik Film dengan total empat series yang berkesinambungan. Dibuka dengan kakunya hubungan Bapak Anak, Dibyo (Donny Damara) dan Tika (Sara Fajira) yang baru pulang dari London. Sebagai Kepala Desa, Dibyo sering meninggalkan Tika di rumah. Tika lebih nyaman bersama Retno (Eka Nusa Pertiwi) sahabatnya dari kecil.
Perlahan drama film ini mulai ditingkatkan dengan adanya konflik pembangunan pasar. Masalah investasi, suap, dan premanisme menjadi masalah lain yang harus dihadapi Dibyo sebagai Kepala Desa. Pak Bambang (Seteng A Yuniawan) mencoba untuk mencari keuntungan dari revitalisasi pasar tersebut tampil sebagai antagonis terselubung.
Tensi drama mulai naik ketika Dibyo menemukan warganya meninggal dimakan Zombie pemakan manusia. Selain itu kambing peliharaan warga desa juga terbunuh secara misterius.
Polisi bersama warga lainnya berusaha mengungkapkan kasus ini, namun kepala desa menghalanginya, meski korban terus bertambah. Dibyo mulai dipertanyakan kepemimpinannya. Kedisiplinannya dalam menemui calon investor pasar juga membuat warga curiga.
Perlahan lahan, film ini menampilkan teror demi teror misterius. Kita diajak untuk menikmati kesyahduan desa di tengah hutan dengan penerangan seadanya. Rasa curiga satu sama lain, juga gunjingan warga adalah teror baru yang timbul usai kematian misterius warga dan kambing peliharaan mereka.
Yang menakutkan belum tentu setan. Terkadang nafsu jahat dan serakah juga sangat menakutkan jika terbongkar. Terkadang takut kehilangan orang yang kita sayangi adalah teror itu sendiri. Begitu banyak yang ditawarkan dalam film Hitam ini membuat kita bisa larut dalam kisahnya.
Skenario yang kuat dari Fajar Martha Santosa dan Sandi Papuntungan ini nampak rapi dalam membangun emosi penonton. Sutradara Sidharta Tata nampak percaya diri mewujudkan kisah adaptasi zombie namun bisa menyatu dengan unsur kedaerahan. Juga nilai sosial budaya yang terpatri dari cara-cara interaksi antar pemain di film ini, Indonesia banget. Patut diacungi jempol!
Meskipun Sara dan Eka kesulitan mengimbangi akting Donny di awal series, namun pada akhirnya mereka bisa merampungkan film ini dengan apik. Donny sebagai pembangun cerita mampu duet manis dengan Seteng yang merupakan aktor teater daerah.
Baca juga:
Donny mampu menempatkan diri sebagai ayah, kepala desa, juga pengayom masyarakat dengan baik. Bahasa tubuhnya bisa bergerak dinamis mengimbangi setiap perubahan peran dan tugas yang dia mainkan. Dia adalah magnet yang besar di film ini.
Pertanyaan yang perlu dijawab sepanjang menonton film ini adalah, sanggupkan menerima kebenaran? Karena kenyataan mungkin lebih menakutkan dari penampakan setan.