FPI di Garda Depan Kebencanaan: Pencitraan atau Aksi Nyata?

Dari rekam jejaknya yang sudah dibahas, Front Pembela Islam (FPI) terlihat lebih banyak kesan negatifnya. Mulai dari dianggap "sok suci" hingga aksi main hakim sendiri. Sampai akhirnya citra sebagai ormas koboi itu mulai bergeser dengan gerakan turun tangan aksi menolong korban kebencanaan. Masih di Tulisan Seri khas VOI edisi "Kontroversi FPI," tentang sisi lain FPI.

Siapa yang tak tahu organisasi masyarakat Front Pembela Islam (FPI)? Ormas ini hampir tak ada hentinya menjadi perbincangan. Apalagi ketika Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menko Polhukam) mengumumkan pelarangan segala aktivitas FPI di penghujung tahun 2020. 

Menko Polhukam Mahfud MD dalam jumpa pers pada Rabu 30 Desember 2020 mengatakan bahwa secara de jure, FPI sejak 20 Juni 2019 telah bubar sebagai ormas. Namun FPI sebagai organisasi dinilai pemerintah melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban, keamanan dan bertentangan dengan hukum. “Seperti tindak kekerasan, sweeping, provokasi dan sebagainya,” ujar Mahfud. 

Dengan larangan segala kegiatan FPI, pemerintah pusat meminta pemerintah daerah bertindak tegas terhadap kegiatan yang mengatasnamakan FPI. FPI memang kerap melakukan sweeping. Namun sweeping tersebut menuai kontroversi di tengah masyarakat, selain terkadang meresahkan juga dilakukan secara sepihak dan di luar hukum. Bahkan tidak jarang berakhir dengan bentrok.  

Mengutip laporan Republika pada 2005, FPI Kabupaten Bandung melakukan sweeping di tiga lokasi prostitusi di wilayah Bandung barat. FPI saat itu hendak memberantas lokasi prostitusi jika tidak segera ditertibkan Polres Cimahi dan Satpol PP. 

Tiga lokasi prostitusi sasaran sweeping FPI saat itu Padalarang, Cipatat, dan Cikalongwetan. Lokasi tersebut dijadikan tempat mangkal para pekerja seks komersial (PSK) selama 10 tahun.

Pada 2018, Imam FPI DKI Jakarta Habib Muhsin Alatas, mengatakan akan melakukan sweeping jika ada perusahaan-perusahaan yang memaksa karyawan beragama Islam menggunakan atribut bernuansa Natal. Habib Muhsin mengatakan bahwa sweeping dilakukan jika kepolisian tidak menanggapi aduan karyawan yang dipaksa menggunakan atribut Natal. "Kalau sudah lapor tapi tidak ada tindak lanjut, ya mau tidak mau umat Islam yang akan bergerak," kata Muhsin, dikutip dari CNN.

Pada tahun yang sama, di Pamekasan, Madura saat itu terdapat aksi sweeping yang dilakukan oleh Laskar Pembela Islam, laskar yang berdiri di bawah FPI. Sweepping tersebut berujung bentrok dengan warga setempat yang melakukan perlawanan. Korban mencapai 10 orang, termasuk ibu-ibu dan anak di bawah umur.

Saat itu mereka menduga di Desa Ponteh ada salah satu rumah warga yang dijadikan tempat prostitusi ilegal. Anggota Laskar menduga kerumunan perempuan yang mereka seret adalah PSK. Padahal, menurut saksi mata bernama Agus Aini, perempuan yang diseret itu adalah ibu-ibu yang diundang hajatan ulang tahun anak.

Agus Aini langsung membela ibu-ibu tersebut. Bentrok antara anggota LPI dengan warga Desa Ponteh pun tak terhindarkan. Anak-anak yang menyaksikan bentrokan tersebut mengalami trauma. Bahkan, Agus Aini sempat pingsan saat kejadian itu karena hendak dibawa paksa Laskar Pembela Islam.

"Anak-anak banyak ketakutan, menangis histeris, karena situasinya seperti sedang carok, apalagi pasukan LPI itu membawa pentungan," jelas Agus.

Sisi lain FPI

Meski aksi koboinya dianggap meresahkan dan terdapat beberapa hal lainnya kontroversial, namun FPI juga memiliki sisi kemanusiaan yang besar. FPI kerap menerjunkan ribuan laskar untuk membantu korban bencana alam di Indonesia. 

Masih jelas di ingatan masyarakat, tsunami menerjang aceh pada 2004. Pada 26 Desember 2004, gempa berkekuatan 9,3 SR terjadi di dasar Samudera Hindia. Gempa tersebut lalu disusul dengan gelombang tsunami yang menyisir pesisir Aceh dengan ketinggian 30 meter. Hari itu adalah hari terkelam bagi masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Aceh. 

Saat itu, FPI menerjunkan laskar-laskarnya untuk disebar ke penjuru Aceh. Salah satu aksi utama FPI saat itu mengevakuasi jasad-jasad korban tsunami yang berserakan di jalanan. Imam Besar FPI Rizieq Shihab bahkan ikut membantu para korban tsunami.

Menurut berbagai sumber, FPI bekerja sama dengan TNI untuk membersihkan Masjid Baiturrahman pada 14 Januari 2005. Masjid terbesar di Aceh itu dirapikan untuk digunakan untuk Salat Jumat berjamaah.

Saat gempa mengguncang Sumatera Barat pada 2009, FPI kembali membantu para korban. Laskar FPI melakukan pencarian korban dan melakukan pendistribusian bantuan. Selain itu, FPI juga memberikan pencerahan keagamaan dan pemulihan mental bagi para korban gempa bumi. Diharapkan para korban nantinya untuk tetap bersabar dan tabah dalam menghadapi cobaan serta diberikan ketetapan iman.

Selain itu, FPI juga kembali menjadi relawan bencana alam kita gempa berkekuatan meluluhlantakan Palu. FPI melakukan evakuasi terhadap korban gempa di Palu. Selain evakuasi, FPI juga menyalurkan bantuan logistik.

"Ada dua tim yang menangani di posko kami di sana. Kami gerak siang dan malam. Saat malam mereka kerjanya bawa terpal, bawa dokter, sembako berputar-putar," ujar Ali Al Hamid. 

Infografik (Raga Granada/VOI)

Aksi di Palu

Saat itu, bahkan FPI Sulawesi Tengah juga menyalurkan bantuan korban gempa dan tsunami di Palu. FPI Sulawesi Tengah menyalurkan bantuan hingga 10 truk bantuan. 

"Bantuan kita sudah sangat banyak, sudah berton-ton yang masuk dan banyak yang kita salurkan. Kalau semua sekitar hampir 10 truk," kata Ketua DPW FPI Sulawesi Tengah Sugianto Kaimudin, mengutip Detik

Saat tengah membantu korban gempa di Palu, FPI sempat mendapat cemooh, terutama dari netizen. Hal tersebut dikarenakan Kominfo menyatakan sebuah foto relawan FPI terkait gempa bumi di Palu hoaks. Saat itu, Kominfo merujuk foto yang memperlihatkan sejumlah anggota FPI membantu proses evakuasi dengan keterangan "Gerak cepat relawan FPI evakuasi korban gempa Palu 7.7"

Padahal, FPI sendiri tidak pernah secara resmi menyatakan foto tersebut adalah relawannya di Palu. Namun pernyataan Kominfo itu terlanjur mendapat respons publik. Netizen pun banyak yang mencemooh FPI, namun ada juga yang mengkritik Kominfo. Meski demikian, hal tersebut tidak menghalangi FPI untuk terus membantu para korban gempa. 

Pada akhir 2019, DKI Jakarta diguyur hujan yang begitu lebat yang menyebabkan banjir di mana-mana. Menanggapi keadaan tersebut, FPI menyediakan posko bantuan bagi warga terdampak banjir di Jakarta Selatan. Posko banjir dibangun selang sehari sejak hujan deras mengguyur. Salah satu posko berada di Wijaya, Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 

Selain menyediakan posko bantuan, tim FPI diketahui terjun langsung membagikan bantuan pada warga yang terdampak banjir. Mengingat masih banyak warga yang kesulitan akses keluar dari rumah dan terjebak banjir. Bantuan yang diberikan berupa nasi bungkus, mi instan, obat-obatan, makanan ringan, dan pakaian.  Berjarak sekitar 500 meter dari posko FPI, terdapat posko pengungsian dan dapur umum bagi warga di Kelurahan Petogogan yang terdampak banjir. Tepatnya di Gereja Santapan Rohani Indonesia.

FPI juga manusia, meskipun dikenal kerap melakukan hal yang di luar hukum seperti melakukan sweeping sepihak, namun di sisi lain FPI juga memanusiakan manusia lainnya dengan membantunya. Sudah dua dekade lebih FPI melakukan kegiatan kemanusiaan. Menjadi relawan bencana alam bukanlah perkara mudah. Kita semua tidak pernah tahu bagaimana keadaan lokasi. Namun FPI, dengan berani tetap membantu mereka yang membutuhkan pertolongan.