Riwayat Reshuffle Kabinet Jokowi: Merger Dua Kementerian Malah Jadi Beban

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mereshuffle kabinetnya sore ini. Ada sejumlah perubahan di tubuh pemerintahan. Antara lain meleburnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional dan munculnya Kementerian Investasi. Ini merupakan refshuffle kedua yang dilakukan Jokowi pada periode kedua menjabat presiden. Lantas bagaimana efektivitasnya?

Hari ini Jokowi melantik dua orang menteri. Pertama, Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan-Riset dan Teknologi dan Bahlil Lahadalia yang sebelumnya menjabat Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dilantik sebagai Menteri Investasi.

Selain melantik kedua orang tersebut, Jokowi juga turut melantik Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yaitu Laksana Tri Handoko. Pelantikan ini dilakukan setelah Bahlil dan Nadiem membacakan sumpah jabatan mereka.

Pelantikan digelar sekitar pukul 15.00 WIB sore tadi. Dilihat dari siaran YouTube Sekretariat Presiden, pelaksanaan ini tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Ini merupakan kali kedua Jokowi merombak Kabinet Indonesia Maju. Sebelumnya, pada Desember 2020, Jokowi sempat melantik enam menteri baru:

1. Menteri Sosial Tri Rismaharini menggantikan Juliari Batubara

2. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno menggantikan Wishnutama

3. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menggantikan posisi Terawan Agus Putranto 

4. Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menggantikan Edhy Prabowo 

5. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menggantikan posisi Agus Suparmanto.

6. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menggantikan posisi Fachrul Razi 

Reshuffle periode pertama

Reshuffle kabinet bukan hal baru bagi Presiden Jokowi. Pada periode pertama pemerintahannya ketika berduet dengan Jusuf Kalla, Jokowi beberapa kali mengganti para pembantunya.

Alasan reshuffle pun beragam, mulai dari perbaikan manajerial pemerintahan, memerkuat sinergi dan koordinasi lintas kementerian, hingga memenuhi tuntutan agar setiap kementerian dapat bekerja lebih cepat dan efektif. Berikut riwayatnya:

Reshuffle I

Pada 12 Agustus 2015, Presiden Jokowi merombak Kabinet Kerja yang ia bentuk pada 27 Oktober 2014. Reshuffle kabinet jilid I ini mengganti lima menteri antara lain: 

1. Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan menggantikan Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno.

2. Mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menjabat sebagai Menko Perekonomian menggantikan Sofyan Djalil.

3. Mantan Menko Perekonomian pada era Presiden Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli, menjadi Menko Kemaritiman menggantikan Indroyono Soesilo.

4. Thomas Lembong, menjabat sebagai Menteri Perdagangan menggantikan Rachmat Gobel.

5. Politikus PDI Perjuangan, Pramono Anung, menggantikan Andi Widjajanto sebagai Sekretaris Kabinet.

6. Sofyan Djalil menggantikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago.

Reshuffle II

Kemudian yang kedua, Jokowi merombak Kabinet Kerja pada 27 Juli 2016. Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional yang beralih mendukung Presiden Jokowi mendapat posisi menteri dalam perombakan kali ini.

1. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dicopot digantikan oleh Budi Karya Sumadi.

2. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil digantikan oleh Bambang Brodjonegoro yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Keuangan.

3. Sri Mulyani Indrawati masuk kabinet sebagai Menteri Keuangan.

4. Sofyan Djalil menggantikan Ferry Mursidan Baldan sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang.

5. Menteri Perindustrian berganti dari Saleh Husin ke kader Partai Golkar, Airlangga Hartarto.

6. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mendikbud yang sebelumnya dijabat oleh Anies Baswedan digantikan oleh Prof. Muhajir.

7. Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dipercayakan pada Eko Putro Sanjojo menggantikan Marwan Jafar.

8. Politikus PAN Asman Abnur mengantikan posisi Yuddy Chrisnadi sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Reformasi, dan Birokrasi.

9. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan digeser menjadi Menko Kemaritiman mengganti Rizal Ramli.

10. Wiranto mengisi jabatan Menko Polhukam yang ditinggalkan Luhut B Panjaitan.

11. Enggartiasto Lukita diberikan amanat sebagai Menteri Perdagangan menggantikan Thomas Lembong.

12. Thomas Lembong mendapat posisi baru sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menggantikan Franky Sibarani.

13. Franky Sibarani ditugaskan sebagai Wakil Menteri Perindustrian.

14. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Menteri ESDM Sudirman Said digantikan oleh Archandra Tahar. Archandra tak sampai sebulan memegang jabatan ini. Luhut Panjaitan menjadi pelaksana tugas Menteri ESDM sampai ditunjuknya Ignatius Jonan pada 14 Oktober 2016. 

Reshuffle III

Dua tahu kemudian, pada awal Januari 2018 Jokowi kembali melakukan perombakan kabinet. Penggantian menteri tersebut antara lain. 

1. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mundur dari kabinet setelah memutuskan maju dalam Pemilihan Gubernur Jawa Timur. Sekjen Partai Golkar Idrus Marham ditunjuk menggantikan Khofifah.

2. Eks Panglima TNI, Moeldoko menggantikan Teten Masduki sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Teten diminta menjadi Koordinator Staf Khusus Presiden.

Reshuffle IV

Masih di tahun yang sama, tepatnya pada 15 Agustus reshuffle kabinet kembali terjadi. Kader PAN di kabinet, Asman Abnur mundur dari jabatannya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 

Selang beberapa hari, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Mensos Idrus Marham sebagai tersangka dalam kasus korupsi PLTU Riau-1. Agus Gumiwang Kartasasmita ditunjuk menggantikan koleganya di Partai Golkar itu.

Menambah beban?

Perombakan posisi menteri atau pejabat setingkat menteri telah terjadi berkali-kali di pemerintahan Presiden Jokowi. Pertanyaannya, apakah reshuffle kabinet efektif dalam upaya mencapai visi misi presiden, atau malah memperlambat?

Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin menyebut efektif atau tidak dari reshuffle kabinet tergantung dari menteri yang dipilih. Kata Ujang perlu waktu untuk menjawab pertanyaan tersebut. 

"Jika tak efektif buat apa ada reshuffle terbatas itu. Kita lihat saja kerja mereka ke depan," kata Ujang kepada VOI

Kendati demikian, ada satu poin yang Ujang sorot, yakni tentang peleburan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Kementerian Riset dan Teknologi. Menurutnya, hal ini memang membuat beban yang dipikul Nadiem semakin berat.  

"(Menjadi berat) karena menggabungkan dua kementerian. Suka tak suka mau tak mau, karena sudah dibayar dan digaji oleh uang negara, harusnya bekerja dengan baik," pungkasnya.

BERNAS Lainnya