Pro Kontra Patwal RI 36: Pejabat Indonesia Gunakan Transportasi Publik Nyaris Mustahil

JAKARTA – Menemukan pejabat yang mau setiap hari menggunakan kendaraan umum ke tempat kerja adalah hal langka, menurut Adalah hal yang langka di Indonesia, menurut Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat.

Seorang petugas patrol dan pengawalan (patwal) ramai disorot warganet setelah sebuah video viral di mesia sosial. Dalam video tersebut terlihat seorang patwal disebut arogan di jalan saat mengawal mobil pejabat berpelat RI 36 pada Rabu (8/1/2025).

Dalam video yang beredar, patwal tersebut terlihat menunjuk sopir taksi berjenis Toyota Alphard ketika mengawal RI 36. Warganet berasumsi patwal tersebut mencoba menegur sopir taksi karena dianggap menghalangi jalan mobil yang dikawalnya.

Sementara itu, Wadirlantas AKBP Argo dalam rilisnya mengatakan patwal memberikan gestur menunjuk sopir taksi karena terlibat keributan dengan pengendara lain sehingga hampir menyebabkan senggolan.

Namun tetap saja gestur patwal tersebut mengundang kritik dari masyarakat. Apalagi sebelumnya tidak diketahui siapa yang berada di dalam mobil berpelat RI 36 tersebut.

Tangkapan layar potongan video yang menunjukkan petugas patwal mobil berpelat nomor RI 36 yang menunjuk-nunjuk sopir taksi, Ranu (8/1/2025). (ANTARA/X/@txttransportasi/am)

Setelah menebak-nebak, orang penting yang mendapat mobil dinas berpelat RI 36 akhirnya terungkap. Dia adalah Raffi Ahmad, Utusan Khusus Presiden Bidang Generasi Muda dan Pekerja Seni.

Namun, Raffi mengatakan tidak berada di dalam mobil saat kejadian tersebut. Mobil itu justru sedang dalam perjalanan menjemputnya setelah mengambil beberapa berkas penting sebelum melanjutkan ke rapat berikutnya.

Sarana dan Prasana Jalan adalah Hak Semua Orang

Patwal adalah unit kepolisian yang bertugas mengawal konvoi kendaraan VIP, iring-iringan bantuan kemanusiaan, atau kendaraan prioritas lainnya seperti pemadam kebakaran dan ambulans. Dengan kemampuan khusus, personel Patwal bertugas memastikan perjalanan bebas hambatan bagi kendaraan-kendaraan yang mereka kawal.

Iring-iringan kendaraan berpelat RI 36 mambuat persepsi kurang baik dari masyarakat. Kejadian tersebut, memicu perdebatan di media sosial. Di satu sisi, publik menganggap pengawalan untuk pejabat, termasuk utusan khusus, adalah hal lumrah.

Namun di sisi lain, pengawalan tersebut, tidak diperlukan apalagi jika berkaca pada pengakuan Raffi Ahmad bahwa dirinya tidak berada di mobil tersebut.

“Filosofinya hidup di kota itu adalah hidup bersama, karena orangnya banyak. Kalau semuanya meminta diprioritaskan, akan terjadi kecemburuan sosial,” kata Ketua MTI Tory Damantoro.

Soal pengawalan untuk pejabat, pengguna jalan yang memperoleh hak utama telah diatur dalam Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk didahulukan, yatu kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas, ambulans yang mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas.

Sejumlah penumpang berada di dalam bus Transjakarta di Jakarta, Rabu (13/11/2024). Berdasarkan data BPS DKI Jakarta pada Januari - September 2024 jumlah penumpang transportasi Transjakarta sebanyak 281,08 juta orang, naik 42,14 persen dibanding periode yang sama tahun 2023. (ANTARA/Asprilla Dwi Adha)

Selain itu, ada pula kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia, kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara, iring-iringan pengantar jenazah, dan konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dalam Pasal 135 dalam Undang-Undang yang sama, menyebutkan Kendaraan yang mendapat hak utama harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.

Pada dasarnya, kata Djoko Setijowarno, menggunakan sarana dan prasana jalan untuk keperluan berlalu lintas adalah hak asasi setiap orang. Semua orang mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jalan untuk berlalu lintas. Tidak ada seorang pun mempunyai hak untuk diutamakan, kecuali didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Peraturan perundang-undangan yang ada memberikan peluang bagi orang tertentu atau kendaraan yang digunakan bagi keperluan tertentu mendapatkan prioritas menggunakan jalan untuk berlalu lintas.

“Esensi dari pengawalan tidak lain memang memberikan pengamanan, baik terhadap kendaraan yang dikawal, maupun pengguna jalan lain yang berada di sekitar kendaraan yang dikawal. Karena menyangkut pengamanan, pihak yang paling berwenang adalah Polri. Karena pengamanan adalah bagian dari tugas pokok Polri," ucap Djoko. 

Pejabat Mesti Peka

Tentu sudah menjadi rahasia umum bahwa jalan-jalan di Jakarta, kota tempat hampir semua pejabat tinggal, seringkali dilanda kemacetan. Karena itulah, menurut Djoko, dengan hiruk-pikuk kemacetan di Kota Jakarta, sebaiknya pengawalan dibatasi untuk presiden dan wakil presiden.

Sedangkan pejabat negara yang lain tidak perlu dikawal seperti halnya presiden dan wapres. “Jika memang perlu sekali harus rapat, angkutan umum di Jakarta di Jakarta sudah memberikan pelayanan yang cakupannya setara dengan kota-kota di dunia, yakni 89,5 persen wilayah Jakarta,” tegasnya.

Semua perumahan dan kawasan pemukiman di Jakarta, kata Djoko, sudah dilayani angkutan umum. Artinya, ketersediaan layanan angkutan umum di Jakarta sudah sedemikian merata tidak jauh berbeda dengan kota dunia lainnya yang masyarakat dan pejabat sudah terbiasa menggunakan angkutan umum.

Bayangkan jika setiap hari lebih dari 100 kendaraan yang harus dikawal polisi menuju tempat beraktivitas, maka jalan-jalan di Jakarta akan makin macet dan memicu stres penggunanya, apalagi ditambah bunyi sirene kendaraan patwal.

“Jalan yang dibangun melalui pungutan pajak digunakan oleh masyarakat umum. Tentunya semua masyarakat berhak menikmatinya, kecuali ada kekhususan bagi kendaraan tertentu seusai pasal 134 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” Djoko menjelaskan.

“Semestinya, pejabat negara membiasakan menggunakan angkutan umum, minimal sekali seminggu. Dengan bercampur dengan masyarakat umum akan mengetahui kondisi sebenarnya kehidupan masyarakat,” pungkasnya.

Diperlukan pejabat yang peka terhadap kehidupan sosial masyarakat. Hal yang langka di Indonesia jika bisa menemukan pejabat yang mau setiap hari menggunakan kendaraan umum ke tempat kerja. Oknum aparat penegak hukum yang mengawal kegiatan tertentu karena menerima sejumlah uang juga harus ditertibkan.