Tak Ingin Capres Terlalu Banyak, DPR Pelajari Plus Minus Presidential Threshold Nol Persen

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima mengungkapkan bahwa pihaknya akan mempelajari plus minus dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold nol persen.

Menurutnya, keputusan MK yang menghapus presidential threshold ini berpotensi menambah jumlah calon presiden dalam Pemilu 2024, dan hal ini harus dipelajari dengan seksama untuk menghindari dampak negatif.

"Kami tidak ingin jumlah calon presiden terlalu banyak. Misalnya, jika ada 18 partai politik yang ikut pemilu, maka bisa-bisa pilpres diikuti oleh 18 calon presiden. Apakah mungkin 18 calon presiden bisa berkompetisi di putaran pertama, baru koalisi terbentuk di putaran kedua? Inilah yang perlu kami pelajari lebih dalam," ujar Aria, Kamis 9 Januari.

Politikus dari PDI Perjuangan ini menyatakan bahwa Komisi II DPR akan membahas lebih lanjut putusan MK terkait penghapusan presidential threshold. DPR, menurutnya, tidak akan langsung menyetujui keputusan tersebut, melainkan akan mencatat berbagai pertimbangan untuk menjaga kondusivitas demokrasi dalam pelaksanaan Pilpres.

"Presidential threshold tanpa batasan partai pengusung calon presiden tentu akan kami atur lebih lanjut, termasuk mengenai partai politik peserta pemilu," ungkap Aria.

Sebelumnya, MK memutuskan untuk menghapus persyaratan presidential threshold yang mengharuskan partai politik memiliki kursi tertentu di DPR untuk mencalonkan presiden. MK menilai, Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur hal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Keputusan ini membuka peluang lebih besar bagi pihak manapun untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, yang bisa menciptakan dinamika baru dalam sistem demokrasi Indonesia. Namun, MK juga meminta DPR dan pemerintah melakukan revisi terhadap UU Pemilu untuk mencegah kemunculan calon presiden yang terlalu banyak.

"Dalam revisi UU Pemilu, pembuat undang-undang dapat mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terlalu banyak, untuk menjaga esensi pemilu langsung oleh rakyat," ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan hukum pada 2 Januari 2025.