Kasus Uang Palsu di UIN Alauddin, Bank Indonesia Beri Penjelasan
GOWA – Pengungkapan kasus uang palsu yang diproduksi di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Gowa mengundang perhatian berbagai pihak, termasuk Bank Indonesia (BI).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia, Rizki Ernadi Wimanda, memberikan apresiasi atas keberhasilan aparat kepolisian dalam membongkar praktik ilegal tersebut, sembari memberikan edukasi penting kepada masyarakat terkait ciri-ciri uang asli.
Dalam keterangannya, Rizki menegaskan bahwa uang palsu yang diproduksi oleh pelaku di kampus tersebut sulit menyerupai uang rupiah asli. Hal ini disebabkan oleh teknologi canggih yang digunakan dalam pembuatan uang asli Indonesia.
“Kami tidak dalam kapasitas untuk membedakan berapa persennya. Satu saja berbeda, itu sudah tergolong uang palsu. Fitur keamanan seperti warna multi-dimensi (multi-color), gambar tersembunyi (latent image), dan bahan kertas khusus membuat uang rupiah asli sangat sulit untuk ditiru. Selain itu, hasil cetak uang palsu umumnya tampak buram dan jauh dari kualitas cetak uang asli,” ujar Rizki.
Meski demikian, Rizki mengungkapkan bahwa hingga kini pihaknya belum memiliki data pasti mengenai jumlah uang palsu yang telah beredar di masyarakat. Ia menyebutkan, uang palsu yang ditemukan di UIN Alauddin ini mungkin hanyalah sebagian kecil dari praktik serupa yang lebih luas di masyarakat.
“Kegiatan ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Kasus ini bisa saja hanya puncak dari gunung es. Uang palsu yang beredar mungkin jauh lebih banyak daripada yang telah ditemukan, tetapi kita belum mengetahui skalanya secara pasti. Oleh karena itu, jika masyarakat menemukan uang palsu, saya mengimbau agar segera melaporkannya kepada pihak berwenang, baik kepolisian maupun
Bank Indonesia,” tambahnya.
Rizki juga menggunakan kesempatan ini untuk mengingatkan masyarakat agar lebih waspada saat bertransaksi menggunakan uang tunai, terutama dengan nominal besar seperti Rp 50.000 atau Rp 100.000. Menurutnya, masyarakat perlu memahami beberapa ciri khas uang rupiah asli untuk mencegah tertipu oleh uang palsu.
“Tidak mudah membedakan uang palsu hanya dengan melihatnya sekilas, terutama jika kita tidak terbiasa memperhatikan detail uang. Salah satu cara sederhana adalah dengan memiringkan uang untuk melihat efek warna pengaman (safety colour). Perhatikan juga keberadaan mikroteks yang ada pada uang asli. Jika tulisan atau gambarnya tampak buram, itu bisa menjadi indikasi bahwa uang tersebut palsu,” ujar Rizki.
Baca juga:
Dalam kesempatan yang sama, Rizki mengapresiasi sinergi antara Bank Indonesia dan aparat kepolisian dalam menangani kasus uang palsu. Kerja sama yang erat ini diharapkan dapat menekan peredaran uang palsu di masyarakat.
“Kami terus bekerja sama dengan kepolisian dan pihak terkait untuk memberantas peredaran uang palsu. Selain penindakan hukum, edukasi kepada masyarakat juga menjadi prioritas kami. Dengan meningkatnya pemahaman masyarakat tentang ciri-ciri uang asli, diharapkan peredaran uang palsu dapat diminimalisir,” jelasnya.
Kata dia, kasus ini tidak hanya merugikan masyarakat secara finansial tetapi juga dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi. Uang palsu, meski hanya sebagian kecil, berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap mata uang nasional.
"Oleh karena itu, Bank Indonesia terus berupaya memastikan uang asli tetap menjadi standar yang sulit diimitasi," katanya.
Kasus uang palsu di UIN Alauddin menjadi pengingat bagi masyarakat untuk selalu berhati-hati dalam menggunakan uang tunai. Bank Indonesia, bersama aparat penegak hukum, berkomitmen untuk terus memerangi praktik peredaran uang palsu, baik melalui pengawasan, penindakan, maupun edukasi kepada masyarakat.
Jika masyarakat menemukan uang palsu, Bank Indonesia mengimbau untuk segera melaporkan temuan tersebut kepada kantor BI terdekat atau pihak kepolisian. Laporan masyarakat dapat membantu proses penyelidikan dan mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan uang palsu.