Golkar Dorong JK-Agung Laksono Berdamai Tanpa Tuntutan Hukum

JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham menilai dua politikus senior yakni Jusuf Kalla (JK) dan Agung Laksono seharusnya memberikan contoh yang baik, terkait adanya kisruh atau dualisme hasil Munas Ke-22 Palang Merah Indonesia (PMI).

Menurut dia, manuver antara Jusuf Kalla dan Agung Laksono untuk "berebut" posisi Ketua Umum PMI tidak mencerminkan nilai-nilai Partai Golkar.

"Kalau ada hal-hal seperti itu adalah sebuah dinamika, tetapi catatan kami sebagai generasi berikutnya adalah berikanlah contoh yang baik kepada generasi ini," kata Idrus dilansir ANTARA, Kamis, 12 Desember.

Mestinya, menurut dia, Jusuf Kalla dan Agung Laksono saling berbicara dengan baik untuk menyepakati hasil Munas PMI. Terlebih lagi, dia mengatakan keduanya sama-sama merupakan politisi partai berlambang pohon beringin yang pernah menjabat sebagai ketua umum.

Dia mengatakan nilai-nilai Partai Golkar adalah solidaritas sosial, kebersamaan, hingga distribusi posisi. Dia pun yakin bahwa kedua politisi senior Partai Golkar itu memiliki nilai-nilai tersebut. 

"Bicaralah dengan baik, jangan terjadi seperti itu, apalagi terjadi tuntut menuntut sampai kepada hukum," kata Idrus. 

Sebelumnya pada Senin (9/12), Musyawarah Nasional (Munas) Ke-22 Palang Merah Indonesia (PMI) 2024 memutuskan dan menerima laporan pertanggungjawaban Ketua Umum PMI Jusuf Kalla, dan secara aklamasi memintanya kembali menjabat sebagai Ketua Umum PMI periode 2024-2029.

Namun, kandidat Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) lainnya yakni Agung Laksono melaporkan hasil Musyawarah Nasional (Munas) PMI ke-22 yang diselenggarakan oleh pihaknya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Agung mengklaim pihaknya telah memenangkan lebih dari 20 persen suara dukungan dari para anggota PMI sesuai dengan ketentuan pada AD/ART, yakni sebanyak 240 dari 392 anggota yang hadir.

Kemudian JK melaporkan Agung Laksono ke polisi dan menyatakan PMI harus ada satu dalam negara. Menurutnya, manuver Agung Laksono yang membuat Musyawarah Nasional (Munas) tandingan PMI ke-22 merupakan langkah yang ilegal.