Menko Zulhas Sindir BRIN: Bicara Moderasi Beragama, Padahal Kita Butuh Bibit Padi Unggul

JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan mengatakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tidak fokus pada inovasi penyediaan bibit unggul dalam mencapai swasembada pangan.

Lebih lanjut, dia mengatakan inovasi dalam menemukan bibit unggul menjadi tugas BRIN. Sebab, sektor pertanian tidak boleh melakukan riset.

“Kalau kita ngomong bibit, maka dia sekarang BRIN. Karena pertanian tidak boleh lagi melakukan penelitian atau riset. BRIN kadang-kadang diomongi mengenai moderasi beragama. Padahal kita perlunya bibit unggul padi,” katanya dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, di Jakarta, Selasa, 3 Desember.

Pria yang akrab disapa Zulhas ini juga menyoroti banyaknya pakar pertanian di Indonesia. Tetapi sayang, sambung dia, hal ini tidak serta merta mendorong tercapainya swasembada pangan di Indonesia.

“Jadi padahal banyak pakar, tapi menuju swasembada tetap ruwet,” ucapnya.

Tak hanya bibit, kata Zulhas, masalah lain yang juga perlu diatasi adalah pupuk. Dia bilang pemerintah telah melakukan penyederhanaan alur distribusi pupuk dari yang sebelumnya cukup panjang dan rumit.

Zulhas sebelumnya pengadaan pupuk melibatkan banyak tahapan administrasi seperti surat keputusan (SK) kepala daerah. Kini, alur diastrubusi lebih singkat dari Kementerian Pertanian menugaskan PT Pupuk Indonesia (Persero) kemudian disalurkan ke gabungan kelompok tani (gapoktan).

“Baru satu bulan ini kita menyelesaikan. Tadi pupuk yang rumit, ya sudah selesai. Saya tiga kali berkomunikasi, sudah selesai. Kita pangkas,” ujarnya.

Selain itu, Zulhas ini menyoroti masalah irigasi di daerah tidak karuan. Bahkan, dia mengatakan luas lahan irigasi juga terus berkurang.

“Irigasi ini (masalahnya) gak karu-karuan. Lahannya terus berkurang dan lain sebagainya,” katanya.

Zulhas mengatakan selama ini perbaikan irigasi pertanian daerah diserahkan kepada pemerintah daerah untuk panjang mulai 1.000 hingga 3.000 hektare (ha). Tetapi, Zulhas menilai banyak pemerintah daerah yang justru kurang peduli dengan perbaikan irigasi. Alhasil, pertanian terbengkalai.

“Kalau sampai 2.000-3.000 hektare, itu urusan gubernur. Nah, gubernur itu enggak urusin irigasi. Karena banyak masalah lain seperti jalan rusak. Jadi terbengkalai,” ucapnya.

Karena itu, dia bilang akan menyiapkan regulasi agar pemerintah pusat bisa menggarap perbaikan irigasi pertanian di daerah.

“Ini baru saya selesaikan, pusat bisa bangun irigasi mau 1.000 sampai 3.000 hektare bisa, sudah selesai. Perpres sudah selesai, sudah rapi. Mungkin satu, dua minggu ini sudah bisa ditandatangani,” jelasnya.