Bareskrim Polri Gagalkan Penyelundupan 151 Ribu Benih Lobster Senilai Rp15 Miliar di Perairan Bintan

JAKARTA - Bareskrim Polri dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kepulauan Riau menggagalkan upaya penyelundupan 151.000 benih bening lobster atau BBL di perairan Pulau Numbing, Bintan. Dari rangkaian pengungkapan kasus tersebut, empat orang ditetapkan sebagai tersangka.

"Menggagalkan upaya penyelundupan 151.000 benih bening lobster di perairan Pulau Numbing, Bintan. Operasi ini merupakan bagian dari langkah tegas dalam memutus jaringan penyelundupan BBL lintas negara yang melibatkan Indonesia, Malaysia, dan Vietnam," ujar Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Nunung Syaifuddin dalam keterangannya, Selasa, 3 Desember.

Pengungkapan upaya penyelundupan tersebut bermula saat didapatnya informasi perihal rencana pengiriman BBL secara ilegal melalui jalur laut.

Kemudian, disebutkan juga bila pengemasan BBL yang akan diselundupkan tersebut dilakukan di Jambi pada Senin, 25 November 2024. Sehingga, informasi itu ditindaklanjuti dengan menggelar patroli laut

"Tim gabungan melakukan patroli laut dari wilayah perairan Karimun hingga Bintan, yang sering digunakan sebagai jalur penyelundupan," sebutnya.

Informasi itupun terbukti dengan didapatinya satu kapal cepat yang mencurigakan karena membawa 28 boks. Upaya paksa untuk menghentikannya dilakukan.

Setelah bisa dihentikan, puluhan boks itupun diperiksa. Ternyata, berisi ratusan ribu BBL yang akan diselundupkan.

"Tim mengamankan barang bukti berupa 151.000 ekor benih lobster dengan nilai estimasi kerugian negara mencapai Rp15,1 miliar," sebutnya.

Dari pengungkapan itu, empat orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka berinisial SL, DK, SY, dan JN yang meliki peran berbeda.

Untuk SL berperan sebagai operator mesin kapal; DK selaku koordinator rute dan penunjuk arah; SY kapten kapal; dan JN: Operator mesin kapal.

"Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa jaringan ini mengumpulkan benih lobster dari berbagai daerah, seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Lampung, dan Sumatera Barat," ucapnya.

"Setelah itu, benih-benih tersebut dikirim ke titik pengumpulan di Jambi, Sumatera Selatan, dan Riau. Untuk pengiriman ke luar negeri, pelaku menggunakan metode ship-to-ship transfer dari kapal nelayan ke kapal cepat berkecepatan tinggi," sambung Nunung.

Pada perkara ini, para tersangka dipersangkakan dengan Pasal 88 juncto Pasal 16 ayat (1) dan/atau Pasal 92 juncto Pasal 26 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang telah diubah melalui UU No. 45 Tahun 2009 dan UU No. 6 Tahun 2023. Ancaman hukuman maksimal adalah 8 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.