Tingkat Partisipasi Pilkada 2024 Merosot, PDIP Duga Banyak Pemilih Tak Diberikan Surat Undangan Mencoblos

JAKARTA - Ketua Tim Pemenangan Nasional Pilkada PDIP, Adian Napitupulu menyebut partisipasi pemilih yang datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk menggunakan hak pilihnya di Pilkada 2024 menurun.

"Di Jakarta diperkirakan (partisipasi pemilih) sekitar 58 sampai 60 persen. Jadi ada penurunan antara 12 sampai 14 persen dibandingkan pemilukada sebelumnya. Di Jogja turun, di Kabupaten Bogor cuma 55 persen, di kota Bogor juga serupa," kata Adian di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 28 November.

Dari laporan yang ia terima, Adian menyebut menurunnya partisipasi pemilih di pilkada tahun ini akibat banyak warga yang tak mendapat surat undangan mencoblos yakni formulir C-Pemberitahuan.KWK dari kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).

PDIP lalu memetakan siapa saja warga yang tak mendapat surat undangan dari laporan tersebut. Disimpulkan Adian, mereka kebanyakan merupakan warga yang memilih pasangan calon yang diusung PDIP.

"Beberapa hal tadi, salah satu yang saya sampaikan adalah ada banyak pengaduan kepada kita, mereka tidak dapat surat panggilan untuk datang ke TPS dan jumlah ini sangat banyak. Ini yang sedang kita telusuri, di mana nyangkutnya," jelas Adian.

"Kalau kita petakan, 'kamu pilih siapa?' Ada yang katakan, 'ya saya pilih Pak Pram, saya pilih Doel'. Nah, banyak pemilih-pemilih yang menjadi pemilih Pak Pram dan Bang Doel yang kita identifikasikan tidak dapat surat panggilan. Begitu juga di daerah-daerah lain," tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Adian menyebut pihaknya juga mengendus politik uang digunakan untuk menumbangkan calon kepala daerah yang diusung PDIP. Adian memantau mahalnya cost politik untuk mengalahkan PDIP. Para lawan PDIP ini mengerahkan bansos dan amplop.

"Semua ini kan biaya yang sangat besar, yang sangat mahal. Dampaknya apa? Dampaknya nanti mereka akan mencari penggantinya kemungkinan besar kalau tidak dari APBN, ya dari APBD," urai Adian.

Adian mencurigai pada tahun depan akan banyak anggaran negara dan daerah yang tersedot untuk mengganti biaya politik yang sangat tinggi. Menurutnya, ini terjadi akibat permainan-permainan politik uang seperti bansos, amplop dan sebagainya dalam Pilkada 2024. Kondisi ini terjadi saat yang sama pajak naik 12 persen.

"Pada saat yang sama juga kemudian kita mencicil hutang dan bunganya lah Rp400 triliun. Sementara kita cuma mampu meminjam Rp450 triliun. Nah semua akumulasi ini akan bermuara di tahun 2025 dan 2026. Itu akan secara merata dirasakan rakyat kita," tutur dia.

Sehingga Adian memandang Pilkada justru menghadirkan masalah baru. Padahal ajang demokrasi itu diharapkan rakyat mendatangkan solusi.

"Artinya bahwa pemilu yang tadinya harus menjadi jalan keluar bagi rakyat, pada berikutnya ketika dilakukan dengan salah itu menjadi masalah baru, yang berkesinambungan pada rakyat," tutup Wasekjen PDIP ini.