PKB: Pilkada 2024 Lancar tapi Dinodai Politik Uang dan Ada Dugaan Intervensi Aparat

JAKARTA - Ketua Fraksi PKB DPR RI, Jazilul Fawaid mengapresiasi pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 di 545 daerah yang berjalan lancar dan tidak banyak diwarnai dengan permainan isu SARA. 

”Alhamdulillah, untuk pesta demokrasi kali ini yang serentak, kita tidak melihat warna dikotomi politik SARA di bawah (pemerintahan, red) Pak Prabowo ini. Semuanya bersatu padu,” ujar Jazilul, Kamis, 28 November. 

Namun, menurutnya, ada persoalan lain yang menodai Pilkada Serentak 2024. Yakni dugaan adanya politik uang (money politics) dan intervensi atau keterlibatan aparat untuk memenangkan calon tertentu. 

“Yang masih sering menjadi kecurigaan ini, pesta demokrasi ini masih dipenuhi dengan politik uang atau money politics dan dugaan keterlibatan aparat. Ini harus kita perbaiki bersama,” kata Jazilul.

Jazilul mengatakan, politik uang yang dilakukan pada pelaksanaan pilkada merupakan praktik yang bisa mencederai proses pesta demokrasi. "Kalau ada politik uang, siapa yang menang? Ya yang punya amplop,” ucap Waketum PKB itu.

Oleh karena itu, Jazilul mendorong Bawaslu dan aparat penegak hukum untuk menindak pelaku pemberi maupun penerima politik uang ini. Dengan adanya ketegasan untuk melakukan penindakan politik uang, dia berharap, praktik ini tidak lagi terjadi pada pelaksanaan pesta demokrasi ke depan.

"Sosialisasi penolakan terhadap politik uang ini harus intensif dilakukan melalui pendidikan politik. Pendidikan politik ini menjadi salah satu cara agar masyarakat semakin melek untuk menolak politik uang," tutupnya. 

Sebelumnya diberitakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan dugaan politik uang paling banyak terjadi selama masa tenang dan pada hari pemungutan suara saat pelaksanaan Pilkada 2024 ini. Bawaslu setidaknya telah menerima 130 laporan informasi awal dugaan politik uang.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 pada Pasal 187A ayat 1 dan ayat 2, ancaman penjara dan denda bagi pihak yang terlibat politik uang minimal 3 tahun hingga 6 tahun serta denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. 

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), terdapat 203 juta orang yang terdaftar sebagai pemilih di Pilkada 2024 ini. Dari angka tersebut, sebanyak 25,69 persen masuk kategori generasi Z dan sebanyak 33 persen merupakan generasi milenial.

Berdasarkan data KPU itu pula, sebanyak 49,91 persen adalah pria dan 50,9 persen adalah perempuan.