Pengamat Nilai Pemangkasan Penghambat Lifting Migas Penting bagi Investasi
JAKARTA - Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menilai pemangkasan regulasi yang dinilai menjadi penghambat lifting migas penting untuk meningkatkan daya tarik investasi, dan mempercepat produksi, sehingga mewujudkan swasembada energi.
"Penting memangkas penghambat investasi, sehingga kami mengapresiasi rencana pemerintah untuk menyelesaikan hambatan investasi dan birokrasi di sektor hulu migas," kata Komaidi dilansir ANTARA, Kamis, 21 November.
Menurutnya, hal itu sejalan dengan program Astacita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang telah menetapkan swasembada energi menjadi salah satu prioritas.
Komaidi mengatakan bahwa tantangan utama sektor hulu migas masih berkutat pada revisi Undang-Undang Migas yang tak kunjung selesai sejak 2008.
"Regulasi merupakan payung hukum utama. Tanpa ini, sulit bagi investor untuk memiliki kepastian, apalagi dalam sektor yang membutuhkan modal besar dan risiko tinggi seperti hulu migas," kata Komaidi.
Namun, ia menekankan adanya regulasi tidak serta-merta menjamin keberhasilan teknis dan bisnis. Sektor hulu migas membutuhkan eksplorasi yang melibatkan teknologi tinggi, modal besar, dan manajemen risiko yang matang.
"Secara teori, regulasi yang baik dapat mendukung aspek teknis dan bisnis, tetapi dalam praktiknya belum tentu mudah dijalankan," ujarnya.
Komaidi juga menyoroti perlunya koordinasi lintas sektor yang lebih efisien. Proses perizinan yang melibatkan hingga 400 izin dari 11 kementerian menjadi hambatan besar.
Menurutnya, pemimpin negara dapat mempercepat proses ini melalui perintah langsung kepada menteri koordinator terkait.
Sektor hulu migas adalah pilar utama dalam mewujudkan swasembada energi nasional. Namun, untuk memaksimalkan potensi ini, diperlukan regulasi yang kokoh sebagai landasan hukum, dukungan teknis yang memadai serta iklim investasi yang kompetitif.
"Tanpa payung hukum yang kuat, investasi triliunan sekalipun bisa hilang begitu saja," kata Komaidi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan salah satu perwujudan komitmennya dalam mendukung program swasembada energi melalui penguatan sektor hulu migas nasional.
Misalnya, menyelesaikan berbagai hambatan regulasi yang selama ini membatasi potensi sektor tersebut. Ia menegaskan semua aturan yang menghambat eksplorasi dan peningkatan lifting harus segera dipangkas.
Bahlil juga menyerukan pentingnya koordinasi lintas sektor agar program yang telah dicanangkan pemerintahan Prabowo-Gibran dapat dijalankan dengan baik.
"Tidak ada visi-misi menteri, yang ada itu visi-misi Presiden. Jangan sampai kita melakukan program yang bertentangan dengan arahan Presiden," ucap Bahlil.
Pemerintah juga memprioritaskan pengelolaan sumur-sumur migas idle agar segera dioperasikan kembali melalui kerja sama dengan kontraktor kerja sama (KKKS).
Selain itu, gas yang diproduksi mulai 2026-2027 akan diarahkan untuk konsumsi dalam negeri sebesar 60-70 persen serta mendukung hilirisasi dan pembangunan industri berbasis gas seperti bahan baku elpiji C3 dan C4.
Bahlil turut menekankan peran strategis SKK Migas sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam mengelola sektor hulu migas. Ia meminta SKK Migas untuk lebih akomodatif, responsif, dan proaktif dalam mendukung upaya peningkatan lifting di dalam negeri.
"Kita harus turun langsung dan melakukan koordinasi dengan semua pihak terkait," kata dia.
Baca juga:
Ia mengaku optimistis visi besar presiden terkait swasembada energi dapat dicapai melalui kolaborasi yang erat antarpemerintah, KKKS, dan pihak swasta nasional.
Dengan pendekatan terintegrasi tersebut, pemerintah mengirimkan sinyal kuat kepada para pelaku usaha bahwa sektor migas nasional siap menjadi tulang punggung swasembada energi dan perekonomian Indonesia di masa depan.
"Jika kita mampu meningkatkan lifting, maka semua pihak, termasuk legislatif akan mendukung penuh upaya ini karena dampaknya signifikan terhadap perekonomian makro," kata Bahlil.