Presiden Putin Setujui Revisi Doktrin Nuklir Rusia
JAKARTA - Presiden Rusia Vladimir Putin telah menandatangani dekret yang menyetujui Dasar-dasar Kebijakan Negara di Bidang Penangkalan Nuklir, doktrin nuklir yang telah diperbarui.
Dokumen tersebut telah dipublikasikan, dikutip dari kantor berita negara TASS, Selasa 19 November.
Prinsip dasar dari doktrin ini adalah, penggunaan senjata nuklir adalah langkah terakhir untuk melindungi kedaulatan negara. Munculnya ancaman dan risiko militer baru mendorong Rusia untuk memperjelas kondisi penggunaan senjata nuklir.
Secara khusus, doktrin yang telah diamandemen memperluas jangkauan negara dan aliansi militer yang tunduk pada penangkalan nuklir, serta daftar ancaman militer yang dirancang untuk melawan penangkalan tersebut.
Selain itu, dokumen tersebut menyatakan Rusia sekarang akan melihat setiap serangan oleh negara non-nuklir yang didukung oleh kekuatan nuklir sebagai serangan gabungan.
Moskow juga berhak untuk mempertimbangkan respons nuklir terhadap serangan senjata konvensional yang mengancam kedaulatannya, peluncuran pesawat musuh, rudal dan pesawat tak berawak berskala besar yang menargetkan wilayah Rusia, penyeberangan perbatasan Rusia, dan serangan terhadap sekutunya, Belarusia.
Baca juga:
- AS Ubah Kebijakan Senjatanya di Ukraina, Rusia Siap Formalkan Perubahan Doktrin Nuklir Sesuai Kebutuhan
- DK PBB Desak Lonjakan Bantuan Kemanusiaan ke Gaza, Menlu Inggris: Situasinya Semakin Memburuk
- Amerika Serikat Peringatkan Turki Agar Tidak Menerima Pemimpin Kelompok Militan Hamas
- Kritik Pengerahan Pasukan Korut oleh Rusia, AS: Eskalasi Besar Libatkan Militer Asia di Konflik Eropa
Sebelum revisi terbaru, doktrin nuklir Rusia disetujui pada Juni 2020, menggantikan dokumen serupa yang telah berlaku selama sepuluh tahun.
Mengutip Reuters, keputusan untuk mengubah doktrin nuklir resmi Rusia adalah jawaban Kremlin atas keputusan yang dilaporkan dibuat oleh Pemerintahan Presiden AS Joe Biden, untuk mengizinkan Ukraina menembakkan rudal jarak jauh Amerika jauh ke Rusia.
Diketahui, perang Ukraina yang telah berlangsung selama dua setengah tahun telah memicu konfrontasi paling parah antara Rusia dan Barat sejak Krisis Rudal Kuba 1962, yang dianggap sebagai krisis yang paling dekat antara kedua negara dengan perang nuklir di era Perang Dingin.