Jerit Pengungsi Gaza: Jika Bukan karena Tuhan dan Amal, Anak-anak dan Saya Kelaparan

JAKARTA - Nora Muhanna, seorang ibu yang mengungsi dari Kota Gaza mau tak mau menerima kenyataan pahit kembali melihat anaknya kelaparan.

Ia harus pulang dengan tangan hampa setelah antre lima sampai enam jam untuk sekantong roti demi makan anak-anaknya.

"Tidak ada pangan, dan bahkan jika tersedia, tidak ada uang,” kata Nora kepada AP, Senin 18 November waktu setempat.

Ibu lain yang juga mengungsi bernama Umm Shadi mengatakan, roti sebagai makanan pokok sering tidak tersedia di mana-mana karena kelangkaan tepung.

Jika pun ada di pasar, ia harus merogoh dompetnya dalam-dalam lantaran harga sekantung tepung melonjak jadi 400 shekel atau setara dengan Rp1,6 juta.

“Siapa yang bisa membeli sekantong tepung seharga 400 shekel?” tanyanya.

Sementara Refat Abed, mengaku putus asa dengan krisis sosial dan pangan yang sedang dihadapi warga Gaza yang terus dipaksa mengungsi Israel.

“Di mana saya bisa mendapatkan uang?” tanyanya.

“Apakah saya harus mengemis? Jika bukan karena Tuhan dan amal, anak-anak saya dan saya akan kelaparan,” sambung Abed.

Serangan udara Israel menghantam sekolah UNRWA di Kota Gaza menyebabkan sejumlah kematian pada 17 November 2024. Tempat ini seharusnya lokasi pengungsian aman bagi warga sipil. (UNRWA)

Baik Nora, Shadi maupun Abed harus bertahan di tengah jurang keputusasaan sebagai pengungsi di Deir Al-Balah yang sedang dilanda cuaca dingin.

Di luar pengungsiaan, Toko Roti Zadna bak bangunan yang mangkrak tanpa kegiatan jual-beli makanan.

Para pengungsi di Deir Al-Balah hanya bisa berharap pada antrean jatah sup miju dan roti dari dapur amal darurat untuk menghentikan bunyi perut keroncongan mereka.

Hampir seluruh penduduk Gaza yang berjumlah sekitar 2,3 juta orang kini bergantung pada bantuan internasional untuk bertahan hidup.

Para dokter serta organisasi kemanusiaan yang beroperasi di tengah gempuran militer Israel di Jalur Gaza telah menegaskan kekurangan gizi sedang merajalela.

Para ahli gizi dan pangan mengatakan, kelaparan mungkin sudah terjadi di Gaza utara yang diinvasi habis-habisan.

Di tengah krisis makanan, militer Israel dituding sebagai biang kerok tidak bisa masuknya bantuan kemanusiaan pangan, air bersih, dan medis ke Gaza. Tentara Israel lengkap dengan senjata dan peralatan perangnya dianggap menghalangi pasokan pangan internasional untuk warga Gaza sehingga munculnya kelaparan.