Duterte Perintahkan Tembak Mati Kerumunan 'Ngeyel' di Masa Lockdown Filipina
JAKARTA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte memperingatkan bahwa ia tak akan main-main dalam memberlakukan lockdown di negaranya. Duterte menyatakan tak segan-segan menembak siapa pun yang melanggar ketentuan.
Ancaman ini dilakukan Duterte di tengah situasi COVID-19 yang kian genting. Dalam pidato yang disiarkan televisi, Duterte juga membahas diskriminasi terhadap pekerja medis yang terjadi di negaranya. Duterte mengatakan hal tersebut merupakan kejahatan serius yang tidak akan ditoleransi.
Lebih lanjut, Duterte mengatakan, sangat penting bagi setiap orang untuk bekerja sama dan mengikuti langkah-langkah karantina di rumah. Sementara, pihak otoritas berusaha memperlambat penularan dan membuat sistem kesehatan negara agar tidak kewalahan.
Filipina sendiri telah mengonfirmasi 2.311 kasus COVID-19. Sebanyak 96 orang dinyatakan meninggal dunia dan 50 orang berhasil disembuhkan. “Ini semakin buruk. Jadi, sekali lagi saya memberi tahu Anda betapa seriusnya masalah ini dan Anda harus mendengarkan," Duterte, dilansir Reuters, Kamis, 2 April.
"Perintah saya kepada polisi dan militer, jika ada masalah dan ada suatu titik di mana mereka melawan dan nyawa Anda dalam bahaya, tembak mereka sampai mati ... Apakah itu dipahami? Matilah, alih-alih menyebabkan masalah. Saya akan mengubur Anda," tambah Duterte.
Komentar ini muncul setelah laporan media tentang gangguan dan beberapa penangkapan pada Rabu 1 April dari warga di daerah miskin Manila yang memprotes bantuan makanan pemerintah. Para aktivis mencemooh Duterte karena retorikanya yang sengit dan menuduhnya mengundang kekerasan dan main hakim sendiri.
Dengan seruan ini, Duterte dianggap telah memandang para pelanggar lockdown sama dengan pelaku kejahatan narkoba. Perintah asal tembak kali ini sama halnya yang ditunjukkan Duterte dalam perang terhadap narkoba, di mana polisi dan pria bersenjata misterius telah membunuh ribuan orang yang dituduh menggunakan atau menjual narkoba.
Masalah stigma
Pemerintah Filipina juga menanggapi protes komunitas medis tentang stigma sosial dan pekerja rumah sakit yang menderita pelecehan fisik dan diskriminasi. Menurut Duterte, perkara ini harus segera dihentikan.
Banyak orang-orang di kalangan medis yang mendapat stigma buruk karena menangani COVID-19. Beberapa kasus menyatakan banyak pekerja medis yang mengalami pengalaman disiram dengan klorin oleh orang yang tidak dikenal karena takut mereka menulari virus ke orang lain.
Stigma semacam itu adalah sesuatu yang tidak dapat ditangani oleh Pemerintah Filipina. Padahal tim medis sudah bekerja sangat keras di tengah kekurangan peralatan pelindung dan kapasitas pengujian.
Baca juga:
Namun, pemerintah Filipina mengatakan telah membuka lebih dari 15 ribu laboratorium untuk tes. Menteri Kesehatan Filipina Maria Rosario Vergeire menambahkan, banyak rumah sakit meminta persetujuan pemerintah untuk berfungsi sebagai pusat pengujian.
"Kami memiliki enam laboratorium lagi untuk melakukan tes. Kami juga melakukan pelacakan kontak untuk menemukan orang yang mungkin terinfeksi," kata Rosario.
Para petugas kesehatan di negara-negara berkembang lain yang memiliki sistem kesehatan publik yang buruk, seperti Myanmar dan India juga mengalami kasus serupa, yakni diskriminasi terhadap pekerja medis. Kegagalan otoritas mengedukasi dan mengelola informasi bermanfaat di media sosial jadi penyebab.