Akademisi UII Soroti Kecermatan Hakim di Kasus Mardani Maming

JAKARTA – Praktisi hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Dr Muhammad Arif Setiawan turut menyoroti perkara yang menjerat Mardani H Maming. Berdasarkan kajian yang dilakukan, seharusnya pada peradilan yang dicari bukan siapa yang menang dan kalah namun kebenarannya.

"Sejauh mana hakim itu benar-benar mengkaji pledoi yang diberikan oleh terdakwa," ungkap Muhammad Arif ketika menjadi pembicara dalam talk show CNN dikutip Jumat, 1 November. 

Perkara yang menjerat Mardani H Maming ini menyoal perizinan tambang. Di mana perizinan itu sejatinya telah melalui kajian di daerah hingga pusat. Bahkan, IUP yang dikeluarkan telah mendapatkan sertifikat clear and clean (CNC) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) selama 11 tahun. Dari fakta persidangan, proses peralihan IUP ini juga telah mendapatkan rekomendasi dari kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Tanah Bumbu yang menyatakan bahwa proses tersebut sudah sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku, ditambah paraf dari Sekda, Kabag Hukum, dan Kadistamben. 

Arif menambahkan, pentingnya kecermatan hakim dalam memutuskan sebuah perkara di pengadilan agar keputusannya benar benar sesuai dengan kaidah hukum.

Ia menilai, keputusan hakim di kasus yang menjerat Mardani Maming belum memenuhi unsur pidana yang seharusnya dipertimbangkan pengambil keputusan sebelum vonis perkara di pengadilan.

"Surat dakwaan itu sebenarnya isinya ada dua yang sangat penting. Pernyataan tentang perbuatan materil yang dilakukan dan pernyataan tentang pelanggaran hukumnya yang dilakukan," ujarnya.

Seharusnya penegak hukum cermat dan teliti dalam menganalisa unsur unsur tersebut, baik itu formil maupun materil. Dengan demikian keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan dan hukum positif yang berlaku.

"Karena itu, pelanggaran hukum itu mesti pasal apa yang dilanggar. Disitukan ada, apakah terdakwa melakukan kesalahan berkaitan dengan surat dakwaan itu. Sehingga dengan demikian salah satu yang harus dibuktikan itu unsur. Unsur delik yang disangkakan itu terbukti atau tidak," jelasnya.

Guru besar Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Prof Yos Johan Utama menambahkan, putusan hakim yang memidana Mardani H Maming ada kekeliruan. Berdasarkan kajian, Yos Johan mengkritik penghukuman yang dijatuhkan hakim terhadap Mardani H Maming terkait pasal yang dijeratkan. 

Ia menyatakan keputusan Mardani H Maming selaku Bupati terkait pemindahan IUP dari aspek hukum administrasi adalah sah dan tidak pernah dinyatakan batal oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang merupakan pengadilan berwenang dalam ranah hukum administrasi.

Apalagi ada keputusan Pengadilan Niaga yang sudah inkrah dan menyatakan itu murni hubungan bisnis dan bukan merupakan kesepakatan diam-diam.

“Pengadilan Tipikor, yang merupakan pengadilan pidana, tidak memiliki wewenang untuk menilai keabsahan keputusan administrasi tersebut. Oleh karena itu, tidak ada pelanggaran hukum administrasi yang bisa dijadikan dasar pidana, dan terdakwa tidak bisa dipidana,” ujarnya.

Lanjutnya, majelis hakim pidana diduga khilaf dan keliru karena ketentuan yang dijadikan dasar dituduhkan kepada terpidana yakni pasal 97 ayat 1 undang-undang 4 tahun 2009 tentang pertambangan, mineral dan batubara adalah salah Alamat, karena larangan itu ditujukan hanya untuk pemegang IUP dan IUPK.