Pembekalan Kabinet di Lembah Tidar

Lembah Tidar di Magelang, tempat ditempanya para calon perwira muda, kali ini menjadi ajang pelatihan yang agak lain. Anggota kabinet Merah Putih, naik pesawat Hercules, meninggalkan kenyamanan kantor demi bergabung dalam pembekalan di Akademi Militer. Pembekalan ini bukan acara biasa; ini adalah ujian mental dan fisik yang kental dengan nuansa loyalitas, disiplin, dan nasionalisme.

Di balik langkah ini, Presiden Prabowo Subianto seolah ingin menyampaikan pesan tegas bahwa para menterinya bukan hanya teknokrat. Mereka adalah “pasukan” yang harus bergerak dalam satu irama dan di bawah satu komando demi rakyat, bangsa, dan negara.

Agenda pelatihan meliputi berbagai aktivitas intensif: bangun pagi, latihan baris-berbaris, makan bersama taruna-taruni dalam waktu terbatas, olahraga, hingga mendaki Bukit Tidar. Presiden Prabowo memilih pendekatan ala militer ini untuk menanamkan disiplin dan solidaritas yang ia harapkan mewarnai kabinetnya.

Dalam upacara parade senja di tengah guyuran hujan, para anggota kabinet dalam seragam loreng tampak berbeda. Begitu juga saat Presiden Prabowo didampingi Menteri Pertahanan, Panglima TNI dan Kapolri memeriksa pasukan di tengah hujan—ada sentuhan patriotik dan simbolis yang kuat.

Pilihan lokasi ini menyiratkan pesan yang jelas: kabinet harus mengadopsi etos kerja keras, keberanian, dan kesetiaan—nilai-nilai yang selalu ia anut sebagai purnawirawan perwira tinggi militer. Dalam konteks ini, langkah Presiden Prabowo Subianto menciptakan nuansa kepemimpinan yang berani, yang lebih menekankan pentingnya tindakan dibandingkan sekadar pernyataan.

Di Lembah Tidar, para anggota kabinet mendapatkan pengalaman yang jarang mereka alami—melihat langsung kehidupan para taruna-taruni yang penuh kedisiplinan dan keberanian. Tak heran jika kegiatan ini memancing antusiasme masyarakat dan media, menciptakan momen berharga saat para anggota kabinet terlihat santai, bernyanyi bersama, dan menikmati sesi ramah-tamah jauh dari formalitas. Momen-momen inilah yang menunjukkan sisi kabinet yang selama ini mungkin tersembunyi.

Meski banyak yang mengapresiasi pendekatan ini, kritik tetap ada. Beberapa pihak berpendapat bahwa gaya militeristik bisa menutup ruang diskusi terbuka dan menekan kreativitas. Gaya top-down yang biasanya melekat pada militer dianggap kurang ideal bagi tim sipil yang membutuhkan fleksibilitas.

Dalam pemerintahan sipil, fleksibilitas dan kemampuan untuk berpikir bebas seringkali penting. Di sini tantangan Presiden Prabowo menjadi jelas: bagaimana ia bisa menggabungkan ketegasan tanpa mengorbankan kreativitas kabinetnya. Seperti yang ditulis oleh Andrew Roberts dalam Leadership in War, pemimpin besar memahami kapan harus memberi perintah dan kapan harus mendengar. Prabowo tentu perlu mengingat hal ini agar kabinetnya tak hanya berjalan lurus, tetapi juga inovatif.

Walau senang, beberapa menteri mengaku tantangan ini tidak mudah. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyebut bahwa bangun pukul 04.00 pagi untuk berlatih fisik bukanlah hal gampang. Di media sosial, respons netizen juga positif, menyiratkan harapan besar: kabinet yang tak hanya disiplin dalam balutan militer, tetapi juga loyal dalam pengabdian nyata.

Jika ini adalah cara Presiden Prabowo Subianto menguji loyalitas, memupuk kedisiplinan, agar anggota kabinetnya kompak dan bekerja seirama, langkah ini patut diapresiasi. Masyarakat berharap kabinet tak hanya pintar berwacana, tetapi juga solid, berani bertindak, dan siap bekerja keras. Di tengah tantangan bangsa, kabinet yang kompak, seirama, disiplin, dan loyal adalah kebutuhan mutlak.