Pentagon Pastikan Pasukan AS Tidak Terlibat Operasi Israel yang Tewaskan Yahya Sinwar, Akui Pasok Informasi Intelijen

JAKARTA - Tewasnya Yahya Sinwar dinilai Amerika Serikat memberikan kesempatan untuk mengakhiri perang, dengan Departemen Pertahanan mengakui memberikan informasi intelijen, tapi operasi yang menewaskan Pemimpin Kelompok Militan Palestina Hamas itu dijalankan oleh Israel.

Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin mengatakan, tewasnya Yahya Sinwar merupakan pencapaian besar yang memberikan kesempatan luar biasa untuk mengakhiri "perang yang mengerikan antara Israel dan Hamas.

"Kematian Sinwar juga memberikan kesempatan luar biasa untuk mencapai gencatan senjata yang langgeng, mengakhiri perang yang mengerikan ini, memungkinkan warga Israel kembali dengan selamat ke rumah mereka di Israel selatan, mempercepat bantuan kemanusiaan yang jauh lebih banyak untuk meringankan kesengsaraan di Gaza, serta membawa bantuan dan harapan bagi warga Palestina yang telah menderita di bawah kekuasaan Hamas yang menindas," kata Menhan Austin dalam sebuah pernyataan, melansir CNN 18 Oktober.

Diberitakan sebelumnya, Israel Defense Forces (IDF) mengatakan, Yahya Sinwar tewas dalam sebuah operasi di selatan Jalur Gaza pada Hari Rabu.

"Setelah menyelesaikan proses identifikasi jenazah, dapat dipastikan bahwa Yahya Sinwar telah terbunuh," kata IDF, dikutip dari Reuters.

Pembunuhan itu terjadi selama operasi darat di kota Rafah di Gaza selatan di mana pasukan Israel menewaskan tiga militan dan mengambil mayat mereka, kata Radio Angkatan Darat Israel.

Kepala Staf IDF Letjen Herzi Halevi mengatakan, pengejaran Israel terhadap Sinwar selama setahun terakhir telah mendorongnya "untuk bertindak seperti buronan, menyebabkannya berpindah lokasi beberapa kali."

Pemimpin Hamas Yahya Sinwar. (Sumber: IRNA)

Ia mengatakan tentara telah mendatangi Sinwar selama operasi rutin tanpa mengetahui keberadaannya, tidak seperti operasi lain terhadap para pemimpin militan berdasarkan intelijen komprehensif.

Juru bicara IDF Laksda Daniel Hagari saat jumpa pers Hari Kamis mengatakan, Yahya Sinwar mencoba melarikan diri ke utara ketika ia tewas dalam serangan Israel.

"Saya yakin ia berlari, bergerak dari kompleks bawah tanah ke rumah-rumah sambil mencoba melarikan diri ke utara ke kompleks yang lebih aman," kata Hagari, seraya menambahkan pasukan IDF terus beroperasi di kompleks di Tal al Sultan di Rafah, tempat Sinwar terbunuh, tanpa mengetahui pada saat itu bahwa pria yang lama dicara itu ada di sana.

"Kami terus beroperasi untuk memeriksa apakah teroris tidak melarikan diri dari wilayah ini," kata Laksda Hagari.

Pasukan Israel menemukan Sinwar dengan rompi, senjata, dan 40.000 shekel (Rp166.006.678), kata juru bicara IDF.

Ia menambahkan dengan mengatakan DNA Sinwar ditemukan di terowongan beberapa ratus meter dari tempat keenam sandera itu dibunuh awal tahun ini.

Juru bicara Pentagon memastikan tidak ada pasukan Amerika Serikat tidak terlibat secara langsung dalam operasi tersebut, kendati mengakui memberikan pasokan informasi intelijen.

"Ini adalah operasi Israel. Tidak ada pasukan AS yang terlibat secara langsung," kata Mayor Jenderal Patrick Ryder.

"Amerika Serikat telah membantu menyumbangkan informasi dan intelijen yang berkaitan dengan pemulihan sandera dan melacak serta menemukan para pemimpin Hamas yang bertanggung jawab atas penyanderaan. Dan tentu saja hal itu memberikan kontribusi secara umum pada gambaran umum. Tapi sekali lagi, ini adalah operasi Israel," tandasnya.