PDHI Bali Luruskan Eutanasia Bukan Asal Eliminasi Anjing Liar
DENPASAR - Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Bali meluruskan soal isu Bali ingin eliminasi anjing liar melalui unggahan mereka di sosial media yang menyebut proses eutanasia humanis.
Ketua PDHI Bali I Dewa Made Anom mengatakan kurangnya pemahaman mengenai istilah eutanasia membuat masyarakat gaduh karena mengira eutanasia sekadar proses membunuh hewan.
“Benar salah paham, eutanasia itu melakukan injeksi dengan obat yang memenuhi syarat standar, bukan obat asal mati saja, tapi pemahaman masyarakat kurang bagus dan ada oknum yang memelintirnya juga,” kata dia dilansir ANTARA, Selasa, 15 Oktober.
Diketahui pada unggahan Instagram PDHI Bali saat bertemu Pj Gubernur Bali yang membahas penanggulangan rabies, dicantumkan kalimat “Akan mengambil tindakan yang tegas bagi anjing-anjing liar untuk dipindahkan ke tempat yang tepat. Selama dua minggu, kalau tidak ada yang merasa memiliki/tidak ada mengadopsi akan diambil tindakan eutanasia humanis”.
Anom mengakui selain pemahaman mengenai istilah tersebut yang kurang, bunyi pada peraturan daerah yang mereka kutip juga memerlukan revisi.
“Implementasi dari masyarakat awam tentang perda ini dipikir akan membunuh semua anjing Bali, sebaiknya dilakukan revisi kata biar tidak bias,” ujarnya.
“Karena akan dilakukan eutanasia kepada anjing yang dinyatakan positif rabies dengan sebelumnya melakukan observasi dua minggu,” sambungnya.
Baca juga:
- Korban Tewas Serangan Israel ke Desa Mayoritas Kristen di Lebanon Utara Bertambah Jadi 21 Orang
- Australia Umumkan Sanksi Baru ke Iran atas Serangan Rudal ke Israel
- Bertemu Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Alexander Marwata Sebut Tak Dapat Keuntungan
- Serangan Drone Mematikan Hizbullah Menunjukkan Kerentanan Israel
Anom menjelaskan proses eliminasi anjing rabies ini menjadi solusi agar hewan tersebut tidak tersiksa, mengingat rabies tidak bisa disembuhkan.
Selama ini PDHI Bali dan beragam elemen telah membantu Pemprov Bali untuk pencegahan rabies berupa vaksinasi, edukasi ke masyarakat, dan sterilisasi, namun nyatanya hingga saat ini kasus terbanyak di Indonesia masih bersumber dari Bali.
“Kami prihatin 15 tahun Bali kena julukan 'Pulau Rabies", kami ingin Bali segera bebas dan pintu Bandara Ngurah Rai terbuka kembali, boleh membawa anjing ke luar masuk dengan aman. Sekarang gigitan anjing di Bali terbanyak, juara satu dan manusia yang matinya sembilan orang,” ujar Anom.