PDIP Tuding Gugatan SK Kepengurusan Bermuatan Politik

JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) menuding gugatan terkait surat keputusan (SK) perpanjangan pengurusnya sarat aroma politik. Upaya hukum ini dianggap sebagai penyerangan terhadap partai berlambang banteng.

“Kami menganggapnya sebagai sebuah langkah politik yang keterlaluan. Ini bukan upaya hukum murni,” kata Ketua DPP PDIP Deddy Yevry Sitorus dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 10 Agustus.

“Tidak ada kerugian apapun, baik moril maupun materil bagi penggugat,” sambungnya.

Deddy juga mengantongi informasi pengacara yang mendampingi penggugat terafiliasi dengan partai tertentu. “Jadi menurut saya aroma politiknya sangat terasa,” tegas Anggota DPR RI Fraksi PDIP tersebut.

Lebih lanjut, perpanjangan kepengurusan DPP PDIP sudah dikaji. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) turut diajak berdiskusi, kata Deddy.

Sehingga, seharusnya gugatan tersebut ditolak. “Kalau logika mereka para penggugat ini diikuti maka seluruh produk dan konsekuensi hukumnya sangat besar,” ujar Deddy.

Salah satunya adalah segala keputusan yang diambil oleh PDIP menjadi tidak sah. Sebab, partai berlambang banteng ini mempercepat kongres untuk menyesuaikan agenda politik nasional pada 2019.

“Termasuk keputusan DPP PDI Perjuangan menyangkut pemilihan kepala daerah saat itu. Kalau begitu akan terjadi krisis kenegaraan,” jelasnya.

“Contoh Gibran Rakabuming itu jadi Wali Kota Solo dengan menggunakan SK DPP PDI Perjuangan yang dipercepat kongresnya. Kalau keputusan DPP saat itu cacat hukum jadi Gibran adalah produk cacat hukum yang artinya dia harus dianulir sebagai wakil presiden terpilih di 2024,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait pengesahan kepengurusan DPP PDI Perjuangan masa bakti 2019–2024 yang diperpanjang hingga tahun 2025. Perkara ini terdaftar dengan nomor perkara 311/G/2024/PTUN.JKT pada Senin, 9 September.

Dilihat dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta ada lima penggugat, yakni Djupri, Jairi, Manto, Suwari, dan Sujoko. Ada empat poin gugatan yang dimohonkan mereka:

1. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya;

2. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.AH,11.02.Tahun 2024 Tentang Pengesahan Struktur, Komposisi, dan Personalia Dewan Pimpinan Pusat PDIP Masa Bakti 2024–2025;

3. Mewajibkan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia untuk mencabut Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.AH.11.02.Tahun 2024 Tentang Pengesahan Struktur, Komposisi, dan Personalia Dewan Pusat PDIP Masa Bakti 2024–2025;

4. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara.

Sementara itu, Victor W. Nadapdap yang merupakan tim advokasi dari para penggugat menjelaskan gugatan diajukan karena perpanjangan itu tak sesuai Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDI Perjuangan. “Seharusnya masa bakti kepengurusan yang sesuai dengan AD/ART adalah hingga 9 Agustus 2024," katanya dalam keterangan tertulis, Senin, 9 September.

Selain itu, masa bakti kepengurusan seharusnya dilakukan lewat kongres. "Hal ini tentunya sejalan dengan Pasal 5 UU No. 2 tahun 2011 tentang perubahan atas UU No. 2 tahun 2008 mengenai partai politik. Perubahan AD/ART sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi pengambilan keputusan partai politik yakni kongres," pungkas Victor.