Minta Rakyat Diberi Hak Pilih, Megawati: Bukan Dipaksakan Cari Pemimpin yang Belum Mumpuni 

JAKARTA - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri bicara soal hak masyarakat dalam memilih di pemilihan umum (pemilu) termasuk pilkada.

Hal ini disampaikan Megawati dalam pembacaan amanat pembina upacara HUT ke-79 RI di halaman Masjid At-Taufiq yang terletak di depan Sekolah Partai DPP PDIP, Jalan Lenteng Agung Raya, Jakarta Selatan.

"Berilah hak rakyat untuk dapat mencari pemimpinnya yang benar-benar itu bagi mereka adalah pemimpin yang sejati. Bukan mencari atau dipaksakan untuk mencari pemimpin yang pada kenyataannya belum mempunyai kader sebagai pemimpin yang mumpuni," ungkap Megawati, Sabtu, 17 Agustus.

Presiden ke-5 RI itu menegaskan, pemilu adalah wadah untuk memastikan rakyat bisa menggunakan haknya dengan baik. Hanya saja, ia melihat pemilu saat ini sudah melenceng dari slogannya.

"Saya tidak terbayangkan bahwa pemilihan yang katanya pemilihan umum lalu 'Luber', langsung, umum, bebas, rahasia, dengan segala slogannya, tetapi tidak menjadi sebuah kenyataan," tutur Megawati.

Dalam kesempatan itu, Megawati turut mengungkap bahwa kini ada upaya membelokkan sejarah melalui kekuasaan. Bahkan, konstitusi pun bisa diubah seenaknya.

"Konstitusi yang harusnya menjadi landasan pokok bagi pemimpin dan seluruh rakyat Indonesia untuk dijalankan dengan selurus-lurusnya, ternyata bisa seenaknya dibelokkan arahnya," ucapnya.

Megawati menyebut hukum di Indonesia yang bertopang pada kedaulatan rakyat saat ini tengah dicoba dengan kedaulatan kekuasaan. Serta, hukum digeser maknanya dari keadilan yang hakiki menjadi alat intimidasi.

"Produk hukum pun penuh legalitas prosedural tanpa falsafah hukum dan kegunaannya bagi kepentingan rakyat. Seluruh upaya tersebut berjalan secara sistematis dengan kemasan wataknya yang sepertinya populis," urai Megawati.

Yang paling memprihatinkan, bagi Megawati, adalah ketika kedaulatan rakyat sebagai pilar utama demokrasi kini diubah wataknya dan banyak yang punya rasa takut dalam kehidupannya.

"Sepertinya untuk berbicara kebenaran pun banyak yang sudah tidak sanggup, mulutnya terkunci, mulutnya terdiam," imbuh putri Presiden Soekarno tersebut.