Pemberlakuan BBM Euro 4 Diminta Tidak Perlu Tergesa-gesa

JAKARTA - Rencana Pemerintah memberlakukan penggunaan BBM berstandar Euro 4 pada triwulan ketiga tahun 2028 sebaiknya dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan daya beli masyarakat dan kemampuan keuangan negara.

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mengatakan, pemerintah perlu menyusun aturan pendistribusian dan menyiapkan infrastruktur pendukung agar rencana tersebut dapat berjalan secara adil sehingga tidak memberatkan masyarakat kurang mampu.

Ia juga meminta Pemerintah tidak perlu memaksakan diri menuntaskan aturan pelaksanaan kebijakan strategis itu harus selesai di Pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Karena banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan aturan BBM Euro 4 tersebut.

“Regulasi yang mendesak, yakni pembatasan distribusi BBM tepat sasaran yang berkeadilan saja masih adem-ayem. Kenapa harus menggesa regulasi Euro 4?" ujar Mulyanto, Rabu, 14 Agustus.

Mulyanto menbahkan, untuk penggunaan Euro 4 sebagai BBM bersubsidi maka harus dianalisis secara seksama terkait dengan daya beli masyarakat dan kemampuan ekonomi negara.

Apalagi saat ini APBN kita masih tertekan pembayaran bunga dan cicilan utang, pengeluaran wajib atau mandatory spending, program dadakan IKN.

"Ruang fiskal kita masih sangat terbatas di tengah defisit neraca perdagangan yang ada. Begitu pula daya beli masyarakat pascapandemi COVID-19, masih terasa lemah,” terang Mulyanto.

Ia menilai, tujuan program ini dalam jangka panjang cukup baik. Karenanya, pelaksanaannya harus dipikirkan secara matang, agar mendapat respons positif dari masyarakat. Bukan malah memunculkan keresahan baru di masyarakat.

“Semakin tinggi standar Euro, maka semakin eco-friendly. Namun semakin ramah lingkungan, maka akan semakin mahal. Kalau masyarakat ditanya mau pilih mana, BBM bersih atau BBM murah? Maka jawabnya sangat tergantung pada kelas ekonomi. Kalau kelas menengah ke atas dengan pendapatan, pengetahuan lingkungan, dan pemilikan kendaraan yang bagus, dapat dipahami mudah menerima standar Euro yang tinggi. Tapi bagi masyarakat kecil, umumnya tidak memikirkan kualitas BBM yang digunakan. Mereka lebih mempertimbangkan harga yang terjangkau,” urai Mulyanto.

Mulyanto minta Pemerintah bersikap adil dalam penyusunan peraturan penggunaan bensin ramah lingkungan ini. Agar pendistibusian benar-benar tepat sasaran.

“Hari ini saja, kita masih menemukan fakta, bahwa kelas menengah dengan kendaraan mewah, masih menggunakan BBM bersubsidi. Jadi secara voluntary biarlah produk seperti ini sementara digunakan oleh kelas menengah ke atas sebagai BBM nonsubsidi, agar tidak memberatkan rakyat dan menekan keuangan negara,” pungkas Mulyanto.