Kepala Bapanas: Demurrage Beras Bulog Hal yang Biasa
JAKARTA - Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menjelaskan bahwa demurrage pada beras Bulog. Dia bilang demurrage merupakan hal yang lazim dalam kegiatan ekspor impor.
Sekadar informasi, demuragge adalah denda yang dikenakan agen pelayaran kepada penyewa kapal. Denda tersebut dikenakan karena kapal bersandar melebihi batas waktu yang diberikan untuk melakukan bongkar muat.
Lebih lanjut, Arief bilang ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan keterlambatan bongkar muat dan itu lumrah terjadi, sehingga bisa diperhitungkan secara business to business (B2B).
“Demurrage itu hal yang biasa. Itu tinggal dilihat, apakah karena hujan, dia yang tadinya harusnya 6 hari, jadi bisa 7 atau 8 hari. Itu hal biasa dalam business to business seperti biasanya,” kata Arief dalam keterangan resmi, Jumat, 21 Juni.
Senada, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menjelaskan demurrage adalah biaya yang timbul karena keterlambatan bongkar muat di pelabuhan. Dia juga bilang demurrage merupakan hal yang biasa terjadi.
“Ini adalah hal yang biasa. Jadi misalnya dijadwalkan (bongkar muat) 5 hari, jadi 7 hari. Mungkin karena hujan, mungkin karena di pelabuhan itu penuh dan sebagainya,” sebutnya.
Bayu juga menjelaskan bahwa demurrage ini menjadi bagian dari biaya yang harus sudah diperhitungkan di dalam kegiatan ekspor maupun impor.
“Jadi adanya biaya demurrage itu adalah hal yang bisa dikatakan menjadi bagian konsekuensi logis dari kegiatan ekspor impor,” tuturnya.
Baca juga:
Bayu juga menekankan Perum Bulog selalu berusaha untuk meminimumkan biaya demurrage. Dia bilang belum mengetahui berapa besaran biaya demurrage yang dikenakan kepada Bulog karena masih dalam proses penghitungan.
Lebih lanjut, Bayu juga bilang pihaknya akan melakukan negosiasi terkait dengan demurrage ini. Seperti misalnya mana yang bisa dicover insurance, mana yang tidak, dan mana yang menjadi tanggung jawab shipping.
“Biaya demurrage kami masih berhitung dan tadi masih melakukan negosiasi. Jadi angka akhirnya belum selesai, tetapi perkiraannya kalau dibandingkan dengan nilai produk yang diimpor, mungkin Insyaallah tidak lebih dari 3 persen,” kata Bayu.